Page 265 - THAGA 2024
P. 265
Eh ada yang nyolot ngatain syirik, pengikut tipu daya setan.
Biarin saja nanti pelaku pesugihan pasti dibalas dengan tipu
daya Tuhan. Biar ngerasain istidraj. Tunggu dulu, jika Tuhan
membalas tipu daya, masa kalian mengatakan Tuhan penipu?
Ngeri.
Sebuah sorot cahaya menyilaukan pandanganku.
Sepertinya dari atas tebing ada orang yang sedang mengawasi
kami. Segera aku tarik tangan Nastiti. Kami harus segera pergi.
Keberadaan manusia di tempat seperti ini lebih berbahaya dari
kaum Ratu.
“Ayo, Nas pergi! Kamu tetep tutup mata, ya. Jangan pernah
liat belakang meski ada yang manggil namamu. Jangan juga
liat spion. Kamu rapalin doa, jangan sampai kosong,” ujarku
pada Nastiti yang terdiam seribu bahasa. Entah apa yang kini
ada di pikirannya, yang aku tau wajahnya tampak pias.
Terdengar raungan nyalang suara motor dua silinder dari
tebing di atas sana. Ya, di atas sana ada jalan menuju Desa
Kunjorowesi, desa terakhir untuk menuju Gunung Penanggungan
dari jalur utara. Aku yakin mereka akan mengejarku sebab ini
ditempat sepi dengan seorang perempuan. Mereka pasti akan
memerasku. Daerah ini terkenal sebagai daerahnya para begal
dan penadah.
“Nas, kamu pegangan yang erat, ya.” Segera aku pacu
motor bebek hitam menjadi bebek trail. Semua halangan aku
terabas bagai sedang mengikuti kompetisi enduro. Tanganku
keras mencengkeram stang motor agar tidak oleng. Kedua
kakiku menapak seperti berlari menjaga motor agar tak jatuh
saat jalanan licin.
Ah, sialan! Dari sini terlihat sudah ada dua motor yang
artinya ada empat orang yang sedang menungguku di depan
mulut jalan ini. Feelingku kalo tidak membegal, ya, memeras
THAGA 257
GALGARA