Page 309 - THAGA 2024
P. 309
“Gal aku gak pake garam, ya, susunya. Gulanya juga sedikit
saja,” pesannya padaku yang langsung membuka gawainya
untuk mengilo, melihat rapi tatanan wajahnya.
“Oke. Gorengannya mau apa? Sekalian pesen Indomie
kuah saja mau, ya, biar gak enter wind alias masuk angin?”
tawarku padanya.
“Apa saja boleh, Gal. Mie kuahnya satu saja buat berdua,
soalnya udah ada susu sama gorengan pasti gak habis aku.”
Entah mengapa saat dia bilang susu, mataku langsung tertuju
pada sebagian tubuh atasnya.
Aku segera memesan hidangan. Susu, gorengan, bahkan
mi kuahnya bisa sebetulnya bisa kami beli di dekat rumah.
Namun, yang sedang kami beli di sini itu suasana dan nostalgia.
Kami rela malam-malam dingin untuk datang mengenangnya.
Tak lama kemudian, pesanan kami datang. Susu sapi yang
dicampur gula, garam dan air agar tak terlalu kental sudah
mengepul di hadapan kami. Semangkuk Indomie rasa kuah
kare yang menguning turut menguarkan aroma sedapnya.
Gorengan sepapan tempe menjes, pisang goreng, weci, sate
telur puyuh dan sate usus ayam menggunung diseraki cabai
hijau serta petis. Semua harus habis. Benar kata Nastiti, mi
semangkuk cukup untu berdua rasanya cukup.
“Memang hidup yang paling enak itu yang gak terlalu serius,
ya, Gal,” ucapnya tiba-tiba setelah mencecap segelas susunya.
“Kayaknya aku terlalu larut untuk sempurna.”
Aku menatapnya senang, “Tenang kamu sedang
berhadapan dengan pria yang cita-cita di masa kecilnya ingin
menjadi badut. Yang menghibur dan menakuti,” sahutku dengan
pecicilan.
THAGA 301
GALGARA