Page 159 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 159

138  —  KEKUASAAN DALAM PENCARIAN PENGETAHUAN


          pada suatu malam, dengan segala macam perbuatan dosa terjadi begitu lampu
          dikecilkan.  Wajar  jika  van  den  Berg  tidak  bisa  lagi  mengabaikan  perkara
          ‘Abd al-Qadir dari Semarang pada 1881 (lihat Bab 3), yang digambarkannya
          sebagai  seorang  guru  agak  polos  yang  bahkan  menghilangkan  ijazah  yang
          diberikan Sulayman Afandi dari Mekah. Dia juga mengamati bahwa ‘Abd
          al-Qadir sempat sukses di kalangan kelas bawah sekitar Yogyakarta dan Kedu
          sebelum diusir para pejabat keagamaan setempat. Para wakil ‘Abd al-Qadir
          di  Semarang,  Kendal,  dan  Salatiga  mengawasi  perkumpulan-perkumpulan
          campuran  yang  sama  dan  berpotensi  menimbulkan  bencana,  antara  para
          lelaki dan perempuan dari semua usia.
              Saat  itulah,  Holle  yang  pada  1882  mendorong  Sayyid  ‘Utsman
          menerbitkan risalah-risalah peringatan menentang Naqsyabandiyyah, mendapat
          dukungan  dari  mantan  lawannya,  van  den  Berg.  Keadaan  pastinya  berbalik.
          Wajah van den Berg tentu memerah ketika ditunjuki berbagai laporan mengenai
          Naqsyabandiyyah di Jawa. Sebenarnya banyak dari yang dia katakan sebelumnya
          telah melewati sejenis saringan resmi. Seperti kisah-kisah lama mengenai agama
          dul  atau  santri  birai,  berbagai  laporan  yang  dia  ulang-ulang  tentu  saja  bias,
          bahkan hingga titik menuduh kelompok-kelompok pesaing memperturutkan
          hawa  nafsu  dengan  melakukan  kegiatan-seksual  yang  haram.  Namun,
          kemungkinan bias tidak dipahami oleh van den Berg. Dia memastikan kepada
          para pembacanya bahwa informannya bisa dipercaya sebagai “seorang tuan yang
          terhormat”  dari  Tangerang.  Informan  ini  melaporkan  bahwa  dalam  sebuah
          pertemuan Naqsyabandi di Serpong, sang guru duduk sejajar dengan sahabat-
          sahabatnya. Masing-masing memegang kemaluan yang duduk di sebelahnya.
          “Jika laporan ini benar,” van den Berg menyimpulkan, “kita benar-benar melihat
          betapa agama lingga Polinesia mewujud dalam bentuk Islam masa kini.” 85
              Dengan segala pengalamannya, van den Berg terperangkap oleh kawan-
          kawan bicaranya dari kelompok elite. Juga jelas bahwa dia percaya tidaklah
          mungkin berbaur sepenuhnya dengan para subjek penyelidikannya. Ketika
          dia benar-benar berusaha melangkah lebih dalam dengan mengadakan tur
          kajian Jawa pada 1885 (Holle sedang menulis artikelnya sendiri mengenai
          Naqsyabandiyyah untuk TBG ), penilaiannya atas kualitas pendidikan yang
                                   86
          disediakan  tetap  dibentuk  oleh  pandangan  Arab-sentris  yang  elitis.  Hasil
          utama kerja keras van den Berg sebenarnya adalah sebuah monograf berbahasa
          Prancis mengenai komunitas-komunitas Arab Hindia Belanda.  Dia mencatat
                                                              87
          bahwa meluasnya kemunculan buku cetak berbahasa Arab yang masuk dari
          pelabuhan-pelabuhan  Jawa  tak  lebih  dari  sekadar  kenang-kenangan. Tapi,
          dia akui bahwa buku-buku cetak itu bisa jadi akan menggantikan manuskrip
          yang disalinnya.
                       88
              Juga jelas bahwa van den Berg memiliki pandangan yang merendahkan
          dan pseudo-‘Alawi terhadap tarekat secara umum. Dia menganggap tarekat
   154   155   156   157   158   159   160   161   162   163   164