Page 154 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 154

MENCARI GEREJA PENYEIMBANG  —  133


                    Artikel-artikel  Verkerk  Pistorius  yang  agak  berbunga-bunga  serta
               seruannya untuk penyelidikan lebih jauh dan kewaspadaan, dikumpulkan dan
               diterbitkan kembali pada 1871. Namun, tidak ada terobosan signif kan hingga
               Juni 1883 ketika Poensen—yang sejak lama terbiasa melatih para pejabat di
               Gimnasium  Willem  III—mulai  mengirimkan  surat-surat  ke  Soerabaiasche
               Handelsblad tentang observasinya selama bertahun-tahun terhadap kehidupan
               desa. Poensen menegaskan bahwa Belanda tidak perlu melihat ke arah selain
               halaman belakang mereka sendiri untuk melihat orang-orang sibuk dengan
               urusan mereka sebagai kaum Muslim. Dia juga mengkritik mendiang penjaga
               Masyarakat Batavia, Friederich, yang pernah menulis bahwa para haji Jawa
               “hanya sedikit terinspirasi oleh fanatisme orang-orang Asia Barat”, dan tetap
               menjadi “orang-orang yang tenang dan damai”. 72
                    Untuk menandingi gambaran ini, Poensen memanfaatkan tulisan-tulisan
               paling akhir Snouck Hurgronje semasa muda mengenai ciri “internasional”
               Islam seperti yang dikukuhkan oleh ibadah haji. Poensen juga mengungkapkan
               pandangan mengenai kebencian umum terhadap “Kapir-sétan” Belanda, yang
               membodohi diri mereka dengan gagasan naif bahwa semua orang benar-benar
               puas dengan pendidikan dan pembangunan beberapa masjid, mengikuti jalur
               yang  sangat  bercorak  Grashuis  mengenai  apa  yang  sebenarnya  dipikirkan
               kaum Muslim.

                    Memang, kemalasan, sinkretisme, dan sifat baik orang-orang pribumi kita—
                    yang  sangat  menyusahkan  fanatisme  Bongso-poetihan—pastinya  membantu
                    mengukuhkan kesan ini. Namun, hal ini adalah, dan tetaplah, sebuah kesalahan
                    besar! .... Sebagaimana yang terjadi sehari-hari, persis pada saat seorang Islam
                    berkata kepada seorang Kristen, “Oh, semuanya sama! Allah telah memberi
                    semua orang agama mereka masing-masing (lebih tepatnya sarèngat); semua
                    punya  Panoetan  masing-masing;  sesungguhnya  siapa  pun  yang  mengikuti
                    parentah-parentah Allah akan selamat!” Padahal, dalam hatinya dia tambahkan,
                    Namun,  Islām  adalah  satu-satunya  agama  yang  benar,  dan  Panoetan-ku
                    Mohammed adalah nabi terakhir. 73

                    Setelah  menyampaikan  pembelaan  terhadap  Jawa  versinya,  Poensen
               segera membandingkan kerja para rekan Kristen-nya dengan pihak-pihak lain
               yang aktif di lapangan. Dia mengaitkan fenomena yang kali pertama teramati
               pada  1850-an  dengan  Naqsyabandiyyah  (walaupun  hanya  untuk  tujuan
               retoris).

                    Jika seorang goeroe atau kjaï Arab atau berbicara bahasa Arab memberi tahu
                    beberapa dzikir tertentu, atau beberapa praktik keagamaan yang tidak lazim,
                    dia  [orang  Jawa]  menerimanya  dengan  penuh  ketertarikan,  dan  bahkan
                    akan  menghadiri  perkumpulan-perkumpulan  mereka;  seperti  perkumpulan
                    tarekat Napsjibendiyah Darwîsj [sic]. Desaman [orang desa], tidak terlalu tahu
   149   150   151   152   153   154   155   156   157   158   159