Page 153 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 153

132  —  KEKUASAAN DALAM PENCARIAN PENGETAHUAN


          Dia menggambarkan kurikulumnya sebagai f eksibel, dengan penekanan pada
          pendidikan moral dan pembentukan ikatan personal di antara orang-orang
          Sumatra yang lazimnya terpecah-pecah oleh kesetiaan pada klan. Menurut
          Verkerk Pistorius, para pakar pendidikan Belanda yang berusaha membuat
          perubahan-perubahan  yang  langgeng  dalam  masyarakat  Hindia  sebaiknya
                                          64
          mengikuti teladan Syekh Muhammad.  Karya Verkerk Pistorius merupakan
          kemajuan besar dari katalog dugaan-dugaan yang dibuat oleh van Hoëvell
          dan Veth. Namun, daftar yang dibuatnya untuk teks-teks yang dijelaskan oleh
          sang syekh tetaplah merupakan perincian bidang-bidang pengetahuan yang
          didaftar menurut sebutan lokalnya. 65
              Barangkali ketidakmampuan Verkerk Pistorius untuk melangkah lebih
          dalam adalah karena lebarnya kesenjangan antara teks-teks yang dia lihat dan
          teks-teks yang diajarkan oleh Delft. Begitu pula, sedikit yang dia pelajari di
          bawah bimbingan orang-orang seperti Keijzer, yang karyanya tentang ibadah
          haji dia rujuk, yang dapat membuatnya siap memahami dengan tepat “omong
          kosong” yang dibicarakan orang tentang haji, apalagi menghubungkan praktik-
          praktik  yang  dia  saksikan  dengan  tarekat  Naqsyabandiyyah  yang  tengah
          berkembang, tempat Syekh Muhammad dari Silungkang tampaknya adalah
          salah  seorang  pendukungnya.   Namun,  dalam  hal  ini,  apa  yang  didengar
                                   66
          telah membuat Verkerk Pistorius salah mengerti. Di satu sisi, dia menulis
          para murid memberitahunya bahwa dzikr bersama yang mereka praktikkan
          dengan diiringi rebana diperkenalkan oleh orang-orang India di Aceh dan
          kali pertama digubah oleh pertapa “Baroedah”.  Namun, di akhir artikelnya,
                                                 67
          Verkerk Pistorius merujuk pada ajaran-ajaran Baru Tuanku Syekh “Baroelah”
          dari Tanah Datar, yang sudah kembali dari Mekah dan menyebarkan ajaran-
          ajaran mazhab “Abu Hanifa”. Menurut Verkerk Pistorius, itu bisa dikenali
          dari praktik suluk dan memulai Ramadan sehari lebih awal. 68
              Ini  sejalan  dengan  perdebatan  Naqsyabandi-Syattari.  Arnold  Snackey
          dengan  hormat  melaporkan  pada  1880-an  bahwa  para  Tuanku  “Hanaf ”
          dari Pasir, Silungkang, Kersik, dan Bonjol yang bersekutu dengan Cangking,
          berkumpul  di  bawah  pimpinan  Syekh  “Beroelak”  di  Padang  Genting  pada
          1858.   Para  pengamat  seperti  Verkerk  Pistorius  mungkin  tidak  memahami
              69
          makna  persis  perbedaan-perbedaan  antara  berbagai  ajaran.  Namun,  dia
          cukup  mengerti  bahwa  perdebatan  mengenai  pengamatan  bulan  berpotensi
          mengacaukan hubungan administrasi Belanda dengan rakyatnya yang menganut
          mazhab  Syaf ‘i,  mazhab  yang  diyakini  Verkerk  Pistorius  terkenal  dengan
          “toleransi”-nya  dibanding  mazhab  yuridis  resmi  Utsmani.   “Waspadalah,”
                                                            70
          demikian  dia  mendorong  para  pembaca  TNI,  mengingatkan  mereka  pada
          perjalanan van Hoëvell dan contoh tak bersahabat Padri terakhir, Tuanku Imam
          Bonjol, “karena kita berdiri di gunung berapi” dan bara api fanatisme tidak bisa
          menimbulkan bencana yang lebih besar ketimbang di “Jawa yang membara”. 71
   148   149   150   151   152   153   154   155   156   157   158