Page 148 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 148

MENCARI GEREJA PENYEIMBANG  —  127


               pandangannya bahwa umat Muslim Hindia hanyalah muslim permukaan dan
               para  pengemis.  Sementara  Niemann  menjiplak  karya  Brumund  mengenai
               buruknya  kualitas  pendidikan  pesantren,  van  Hoëvell  yang  sebelumnya
               menjadi corong kaum Liberal di parlemen Belanda beralih ke posisi lebih
               radikal.  Pada awal 1860-an jurnal van Hoëvell berhasil mengejek “mereka
                      40
               yang konon adalah cendekiawan” yang berani menyatakan masyarakat Jawa
               sebagai  “Mohammedan”,  sementara  dia  sendiri  menyesalkan  pendidikan
               hukum Islam di Delft untuk para pejabat sebagai tindakan membuang-buang
               energi, konyol, dan perwujudan segala hal yang keliru dalam sistem Belanda.
                    Tentu saja van Hoëvell mendapat kritikan dari Delft. Keijzer mengkritik
               keras tulisan-tulisannya mengenai Jawa pada 1859. Keijzer mengulangi sekali
               lagi  argumen  bahwa  kajian  atas  hukum  Islam  “murni”  harus  mendahului
               penilaian  apa  pun  terhadap  hukum-hukum  tradisional  lokal  seperti
                         41
               “Polinesia”.  Van Hoëvell yang meradang tentu memikirkan Keijzer yang-
               tinggal-di-Tanah-Air ketika dia menulis bahwa seorang Delft ketika tiba di
               Hindia akan mendapati segalanya tidak seperti “berbagai mimpi dan simpulan
               bikinan guru besar Mohammedan-[nya]”. Lagi pula:

                    Jika  orang-orang  Jawa  adalah  kaum  Mohammedan  sejati,  dan  masyarakat
                    Jawa adalah masyarakat Mohammedan yang sebenarnya, harus ada organ yang
                    membuat Islam tetap hidup dalam masyarakat ini, dan harus ada sarana yang
                    membuat  semangat  Islam  hidup  dari  generasi  ke  generasi  ....  Adakah  organ
                    semacam itu? Adakah sarana seperti itu? Adakah sekolah-sekolah Mohammedan,
                    tempat  anak-anak  muda  memperoleh  pendidikan  Islam?  Adakah  pendeta-
                    pendeta Mohammedan yang membangkitkan semangat Islam dalam diri kaum
                    muda dan menjaganya tetap hidup dalam diri orang-orang dewasa? Memang
                    benar di setiap desa terdapat masjid atau rumah ibadah dan seorang pendeta.
                    Namun, rumah-rumah ibadah itu hanya digunakan pada acara-acara tertentu
                    dan tetap kosong. Dan, para pendeta! Siapa para pendeta? 42

                    Para  editor  mengumumkan  bahwa  mereka  tidak  akan  menjawab
               pertanyaan-pertanyaan  semacam  itu  dengan  mengutip  van  Hoëvell,
               Brumund, atau “para penentang teori-Islam” yang lain. Sebaliknya, artikel
               van  Sevenhoven  dari  1839  sekali  lagi  menyebut-nyebut  agar  kesuraman,
               kekotoran,  dan  kebodohan  Lengkong  bisa  mewakili  Islam  di  Jawa  secara
               keseluruhan. Veth tampaknya mendaur ulang simpulan-simpulan yang sama
                                           43
               dalam sebuah artikel dari 1858.  Dengan berkuasanya orang-orang Liberal
               yang disokong Kristen seperti van Hoëvell dan pemindahan sekolah pelatihan
               negara  ke  Leiden  (dan  KITLV  ke  Den  Haag),  pokok  ini  menjadi  sangat
               jelas bagi Keijzer. Mendanai sebuah jabatan yang mengajarkan hukum Islam
               dianggap tak berguna mengingat Jawa “bukanlah masyarakat Mahommedan
               yang murni”, juga tidak “diatur oleh hukum Mahommedan”. 44
   143   144   145   146   147   148   149   150   151   152   153