Page 152 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 152

MENCARI GEREJA PENYEIMBANG  —  131


                    terakhir, penutup para nabi, pangeran para nabi.” Ajaran mereka adalah satu-
                    satunya kebenaran, satu-satunya jalan yang diridai Tuhan. 60

                    Dengan mengesampingkan buku-buku dan juga keyakinannya sendiri,
               Grashuis  tidak  bisa  tidak  berkomentar  pada  1864  mengenai  proses  yang
               mendasari kian meningkatnya kecintaan publik terhadap Islam yang eksklusif
               seperti itu:

                    Ibadah haji melengkapi kekurangan dalam penyebaran Islam di kalangan suku-
                    suku dan bangsa-bangsa kaf r. Sang mualaf lazimnya tidak secara mendalam
                    menceburkan diri dalam agama baru yang dikhotbahkan dan diajarkan. Dia
                    didesak memasukinya oleh para pedagang Arab yang licik. Namun, ibadah haji
                    merupakan ikatan yang mencakup seluruh umat Muslim, dan bahkan orang-
                    orang dari tempat paling terpencil sekalipun berhubungan dengan ordo-ordo
                    suci tempat Islam dilahirkan. Setiap tahun terdapat pengingat dan peringatan
                    bagi orang beriman; setiap tahun orang melihat mereka datang dan pergi, yang
                    telah  memberikan  banyak  hal,  dan  kadang  segalanya,  demi  agama  mereka,
                    dan oleh karena itu mereka pun mendapat penghormatan dan penghargaan
                    yang sepadan. Meskipun tak ada inspirasi dan antusiasme yang terpancar dari
                    Mekah, kota ini tetaplah jantung dunia Mohammedan. Dari Mekah, setiap
                    tahun kehidupan keagamaan yang baru mengalir melalui setiap pembuluh. 61

                    Demikianlah  Islam  mengalir.  Akhirnya,  para  pejabat  lain  mengikuti
               jejak Grashuis mencari wawasan lebih mendalam mengenai ajaran sekolah-
               sekolah keagamaan di wilayah mereka atau setidaknya mengajukan pertanyaan
               tentang informasi yang kiranya sudah tersedia. Pada 1864 pengawas sekolah
               J.A.  van  der  Chijs  bahkan  bisa  mengorek-ngorek  informasi  mengenai
               pesantren-pesantren Jawa dalam arsip-arsip penyimpanan yang telah berdebu
               sejak kuesioner 1819 dan 1831.  Pihak lain yang tertarik, lulusan baru Delft
                                          62
               A.W.P. Verkerk Pistorius (1838–93), berusaha menyurvei karya-karya yang
               digunakan  di  surau-surau  Sumatra  Barat  untuk  TNI.   Menurutnya,  yang
                                                              63
               diketahui mengenai wilayah kekuasaan Belanda selain Jawa nyaris tidak ada.
               Verkerk Pistorius membuktikan kekeliruan pernyataan Grashuis bahwa orang-
               orang  Kristen  Belanda  dan  muslim  setempat  secara  inheren  tidak  mampu
               saling berkomunikasi. Dia berhasil menjalin hubungan baik dengan seorang
               cendekiawan setempat, Syekh Muhammad dari Silungkang selama tiga tahun
               di  Sumatra  Barat  (sekitar  1866–68).  Dia  bahkan  menyatakan  bahwa  sang
               syekh sangat bersedia menikmati segelas anggur bersama orang-orang Belanda
               setempat pada acara-acara pesta.
                    Verkerk  Pistorius  juga  dibiarkan  berkeliaran  di  antara  murid-
               murid sekolah itu pada pukul berapa pun dan oleh karena itu dia mampu
               memberikan gambaran yang berharga mengenai sebuah lembaga hidup yang
               didirikan oleh seorang guru yang telah belajar di Mekah selama satu dekade.
   147   148   149   150   151   152   153   154   155   156   157