Page 147 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 147

126  —  KEKUASAAN DALAM PENCARIAN PENGETAHUAN


              dari dekat dan jauh untuk mendengarkan pelajaran-pelajaran dari para guru,
              atau  lebih  tepatnya,  tinggal  untuk  beberapa  lama  agar  bisa  berkata  mereka
              pernah  di  sini;  dan  berpikir  bahwa  lembaga-lembaga  ini  adalah  sumber
              agama Mohammedan menyebarkan getahnya ke seluruh penduduk; kita bisa
              membayangkan  bahwa  orang-orang  Jawa  adalah  kaum  Mohammedan  yang
              sangat buruk. Dan, memang demikian. Selain sedikit ritual, semangat Islam
              hanya memiliki sedikit kekuatan di antara mereka. Ini tak lain hanyalah bentuk
              [Islam], yang dilengkapi dan dilapisi segala macam tradisi takhayul, sebagian
              diambil dari Hinduisme, sebagian dari fantasi mereka sendiri. 35

              Sudah cukup tentang ortodoksi. Kita juga bertanya-tanya apa kiranya
          dalam tulisan J.L.V. yang mungkin tidak disetujui van Hoëvell karena dia
          berkomentar dalam sebuah catatan kaki bahwa dia tidak mesti sepakat dengan
          apa yang dikatakan sang penulis mengenai perdikan. 36
              Pemahaman mengenai jenis kajian yang mungkin lebih disukai van Hoëvell
          muncul dua tahun kemudian. Rekan sesama pendetanya, Jan Brumund (1814–
          63), menerbitkan penilaian atas keadaan pendidikan masyarakat Jawa. Tulisan
          itu  memenangi  hadiah  yang  ditawarkan  oleh  Masyarakat  untuk  Kemajuan
          Kebaikan Umum di Hindia Belanda. Sama seperti syarat keikutsertaan pada
          kompetisi 1819, para peserta dituntut untuk melakukan penyelidikan mengenai
          sifat dasar pendidikan pribumi agar bisa ditingkatkan oleh negara. Brumund
          menggempur pokok bahasannya dengan semangat tinggi, menjajarkan laporan
          van Sevenhoven sebelumnya mengenai Lengkong dengan laporannya sendiri
          mengenai Tegalsari dan Sumenep.  Memang, “menggempur” adalah gambaran
                                     37
          paling  tepat  untuk  apa  yang  dia  lakukan.  Brumund  menyimpulkan  bahwa
          langgar-langgar pedesaan pada umumnya tak lain hanyalah pabrik “nuri dan
          kakaktua” yang mengubah anak-anak menjadi pengemis. Rasa ingin tahunya
          tentang pesantren yang tengah merosot milik Hasan Besari II dari Tegalsari
          yang sudah berusia delapan puluhan (aktif 1820–62) hanya memberinya sedikit
          informasi mengenai karya-karya yang dipelajari di sana.
              Kelemahan Brumund sebagai seorang etnolog, paling tidak sebagiannya,
          pastilah akibat ketidakmampuannya untuk berdialog dengan sang Kiai. Belum
          lagi sikap ngototnya untuk tetap bersepatu di “tempat suci” sang Kiai!  Dia
                                                                      38
          terus-menerus mendesak sebagian murid agar menyebut Sirat al-mustaqim karya
          Raniri sebagai buku panduan utama pendidikan mereka. Tuntutan Brumund
          agar ditunjukkan karya selain Al-Quran membuat mereka mengeluarkan salinan
          Taj al-muluk (Mahkota para Raja)-nya Roorda van Eijsinga. Brumund dengan
          penuh  kemenangan  menyatakan  dirinya  merasa  amat  senang  membacakan
          karya rekan senegaranya kepada khalayak yang terlihat tak percaya. 39
              Karya  Brumund  dicetak  dalam  jumlah  yang  jauh  lebih  sedikit
          dibandingkan  teks  Melayu  Roorda  van  Eijsinga.  Walaupun  begitu,  dia
          berhasil  menggalang  dukungan  para  pendeta  di  Tanah  Air  terhadap
   142   143   144   145   146   147   148   149   150   151   152