Page 143 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 143

122  —  KEKUASAAN DALAM PENCARIAN PENGETAHUAN


              dijalani, dialami, dan dicoba. Ketika kami berpisah, dia mencium tangan saya,
              si guru-Kristen yang dia kenal sebagai toean pandito, dengan sangat tulus. Dasar
              orang Jawa fanatik! 16
              Rasa terkejut yang agak kuat terlihat dalam kasus terjemahan van Hoëvell
          atas  sebuah  riwayat  hidup  singkat  mengenai  pendidikan  Islam  penguasa
          Sumenep yang mengagumi Eropa, Adipati Natakusuma II (berkuasa 1825–
          54). Van Hoëvell menyampaikan sebuah daftar berisi berbagai karya yang telah
          dikuasai  sang  Sultan,  demikian  Batavia  menyebutnya  karena  kesetiaannya
          dalam Perang Jawa, pada masa mudanya. Topik-topiknya terentang dari ilmu
          bahasa dan tafsir hingga yurisprudensi, astronomi, dan puisi. Veth hanya bisa
          mengajukan beberapa dugaan mengenai judul-judulnya berdasarkan kamus
          dari abad ketujuh belas karya seorang Utsmani, Katib Celebi (1609–57) dan
          Encyklopädische Uebersicht der Wissenschaften karya J. von Hammer-Purgstall
          dari 1804, yang sangat banyak mengutip dari situ. Jika tidak, dia sekadar
          menunjukkan nomor halaman bidang-bidang pengetahuan yang diskemakan
          oleh orang Austria itu. 17
              Van Hoëvell dan Veth lebih terkesan pada pengakuan sang Sultan bahwa
          dirinya adalah informan utama Raf  es mengenai bahasa Arab, kesusastraan
                             18
          Jawa, dan zaman kuno.  Selain itu, dia adalah kontributor rutin untuk TNI
          (yang didirikan van Hoëvell pada 1838) yang diakui oleh Institut Kerajaan
          Belanda.   Sultan  memang  tuan  rumah  yang  paling  menyenangkan  bagi
                 19
          van Hoëvell. Yang van  Hoëvell  sesalkan,  meski  memiliki Injil  sang Sultan
          tidak menyukai isinya. Pada satu kesempatan ketika topik Islam dan Kristen
          mengemuka,  sang  Sultan  menyatakan,  “Oh,  Tuanku,  saya  memahami
          keduanya sebagai jalan berbeda, jika kita menjalaninya dengan hormat dan
          patut, menuju tujuan yang sama.” 20
              Tak diragukan lagi jalan Islam adalah jalan yang jarang dilalui dalam
          buku van Hoëvell—berbeda, misalnya, dari jalan pertanian lokal, arkeologi,
          arsitektur,  dan  di  atas  semua  itu,  dengan  persoalan  populasi  yang  masih-
          harus-dikristenisasi. Dalam kaitannya dengan yang disebut terakhir, pendeta
          Batavia ini merasa ada dua musuh utama selain kelesuan orang-orang Muslim
          yang tidak-begitu-fanatik: rezim yang suka mencari-cari kesalahan di Batavia
          dan  ancaman  diam-diam  orang-orang  Katolik  dalam  negeri  yang,  seperti
          Relandus sebelum dirinya, dianggapnya lebih mirip pemeluk Islam ketimbang
          Kristen.  Oleh karena itu, sebagian besar dari yang van Hoëvell tawarkan di
                21
          sela-sela observasi dan pelayanannya berbentuk keluh kesah yang ditujukan
          terhadap tanah airnya, agar “yang tersisa dari penaklukan dan kekuasaanmu
          atas  negeri-negeri  ini  bukan  sekadar  reruntuhan  dan  puing-puing,  sesuatu
          yang  lebih  baik  ketimbang  bayangan  samar-samar  dari  kesenimanan  dan
          kepengrajinan!” 22
   138   139   140   141   142   143   144   145   146   147   148