Page 140 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 140

MENCARI GEREJA PENYEIMBANG  —  119


               segel Melayu pada abad kesembilan belas menunjukkan kemungkinan yang
               kuat  bahwa  sebuah  kaitan  telah  terbentuk  antara  sekelompok  elite  dalam
               komunitas dan para guru serta para juru tulis yang berasal dari Dagestan. Para
               guru tersebut sudah dikenal karena popularitas mereka di Mekah dan karena
               af liasi mereka yang berlangsung lama dengan tarekat-tarekat dari keluarga
                           7
               Naqsyabandi.   Namun,  pada  saat  yang  sama  kita  harus  mengingat  orang-
               orang dari berbagai kalangan bepergian ke dan dari Mekah. Istana tidak selalu
               bisa mengendalikan persebaran pengetahuan yang idealnya eksklusif semacam
               itu. Meski demikian, kita bisa mengatakan dengan pasti bahwa Sultan Brunei
               adalah seorang praktisi dzikr dari tarekat tertentu pada 1837.
                    Sekitar tiga tahun kemudian (menurut Spenser St. John [1825–1910],
               yang  merupakan  Konsul  Inggris  di  Brunei  sejak  1856  hingga  1858  [dan
               bukan  sahabat  kalangan  misionaris]),  kembalinya  Haji  Muhammad  dari
               Mekah  menimbulkan  perpecahan  yang  memisahkan  istana  dan  para  haji
               pendukungnya dari masyarakat luas. Perselisihan ini memanas hingga dekade
               berikutnya, melebihi usia para pencetusnya. Pada pengujung 1850-an utusan-
               utusan yang saling bersaing dikirim ke Mekah, entah untuk mengukuhkan
               atau menyangkal f lsafat tertentu Haji Muhammad (bahwa Tuhan tidak bisa
               diberi  sebuah  kepribadian).  Para  pendukung  Haji  Muhammad  di  wilayah
               pedesaan membangun masjid-masjid di luar batas sesuatu yang oleh Konsul
               Inggris dianggap sebagai “ortodoksi” yang direstui istana. 8
                    Laporan sang Konsul tidak memungkinkan kita memutuskan apakah
               Haji  Muhammad  mewakili  masuknya  sebuah  tarekat  (atau  subtarekat)
               pesaing, sebagaimana yang mungkin terjadi dengan Agama Dul di Madiun.
               Meski begitu, tampaknya ini sesuai dengan pola umum pertengahan abad
               kesembilan belas yang memperlihatkan para raja pribumi kehilangan sisa-sisa
               terakhir monopoli mereka atas praktik mistik yang berorientasi Mekah ketika
               bangsa  Eropa  berkuasa  atas  mereka.  Hal  lain  yang  menunjuk  ke  arah  ini
               adalah bahwa kedua faksi di Brunei berdebat mengenai awal dan akhir bulan
               Ramadan, yang menggemakan perdebatan serupa di Sumatra dan Banten.
               Di sana orang-orang Naqsyabandi yang pada akhirnya berorientasi cetak dan
               pro-Utsmani lebih menyukai tanggal yang dihasilkan melalui perhitungan.
               Keyakinan  ini  berseberangan  dengan  orang-orang  Syattari  setempat  yang
               memercayai hasil pengamatan tradisional dan oleh karena itu memberikan
               kesan bahwa mereka adalah pengikut Imam Hanaf . 9


               ISLAM MASA LALU SEBAGAI ISLAM YANG AMAN
               Campuran kebencian dan kebingungan mengenai praktik-praktik Islam juga
               jelas  terlihat  dalam  sebuah  laporan  perjalanan  yang  ditulis  oleh  Direktur
               Masyarakat  Injil  Hindia,  Wolter  Robert  van  Hoëvell  (1812–79).  Van
   135   136   137   138   139   140   141   142   143   144   145