Page 139 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 139

118  —  KEKUASAAN DALAM PENCARIAN PENGETAHUAN


          salah satu ordo mereka di Singapura, dan telah mengizinkan akses setempat bagi
          Injil berbahasa Melayu, yang oleh Lay dan Dickinson secara keliru dibayangkan
          sebagai hal terlarang bagi orang-orang Muslim yang taat.  Mereka menyaksikan
                                                        4
          dzikr bersama di istana Sultan Brunei ‘Umar ‘Ali Sayf al-Din II (berkuasa 1829–
          52), tetapi tampaknya mereka tak bisa memahami arti pentingnya. Lay yang
          jelas bersikap bermusuhan menggambarkannya sebagai berikut:

              Pada Kamis petang ... anggota keluarga berkumpul, duduk dalam sebuah lingkaran
              dengan buku dan lampu di tengah-tengah. Mereka melantunkan beberapa syair
              dan  masing-masing  menabuh  rebana  kecil  sebagai  pengiring.  Hiburan  paduan
              suara ini menghabiskan waktu antara dua hingga tiga jam dan kerap terlihat sikap
              agak  bermain-main,  seolah-olah  para  penampil  berusaha  keras  membawakan
              keseluruhannya sebisa mungkin sebagai senda gurau yang hebat .... Ketika bagian
              ini  selesai,  mereka  beralih  ke  semacam  modus  minor  dengan  karakter  yang
              menjemukan bersiap untuk penutupan saat semuanya berdiri dan mengulang-
              ulang kredo agama Mahommedan dalam tiga kata. Pengulangan ini serentak dan
              diucapkan dengan sikap membungkuk dalam-dalam. Pertama dengan nada seorang
              makhluk rasional, tetapi semakin khidmat semakin mirip nada binatang hingga
              menyerupai seruan tiba-tiba yang merupakan campuran antara gonggongan dan
              gerengan sekawanan babi ketika mereka tiba-tiba terbangun dari tidur. Gerakan
              kepala seirama kegaduhan itu terkesan menjadi sangat konyol. Perbuatan gila ini
              terus berlangsung sampai semua kelelahan. Namun, begitu terampilnya mereka
              melakukan hal ini. Meskipun melalui tahapan yang panjang, mereka tetap penuh
              semangat. Padahal kami berharap melihat kepala mereka terkulai. 5
          Sementara itu, Dickinson menuturkan episode tersebut sebagai berikut:

              Pada waktu petang, yang merupakan malam suci mereka ... kami mendapat
              kesempatan menyaksikan sambayang (ibadah) mereka. Ini dimulai di beranda
              sang Sultan sekitar pukul 21.00, dengan nyanyian diiringi rebana. Musiknya
              adalah yang terbaik yang pernah saya dengar di kalangan pribumi di Timur.
              Setelah satu atau dua jam nyanyian yang agak monoton, mereka menjadi lebih
              bersemangat dan memulai nyanyian yang sangat khas. Mereka membungkuk
              pada saat bersamaan dengan cara yang sama khasnya, tetap seiring dengan nada.
              Nyanyian sesekali berubah dan demikian pula gerakan tubuh. Kegembiraan
              semakin  menjadi  hingga  mereka  kelelahan  karena  nyanyian  dan  gerakan
              membungkuk ini. Seorang pangeran muda yang ikut ambil bagian mengatakan
              bahwa ini membuat kepalanya pusing. Ada dua pendeta yang hadir dan pada
              sebagian waktu mengapit sang Sultan. Ketika ditanya apa makna semua ini,
              mereka  menjawab,  “Memuji  Tuhan  Allah.”  Bahasa  yang  digunakan  adalah
              Arab. Nama Mohammed sesekali bisa dikenali. Ibadah ini, jika bisa disebut
              ibadah, berlanjut hingga tengah malam. 6

              Meski sulit untuk mengetahui mode dzikr apa tepatnya yang dipraktikkan
          di Brunei, beberapa studi mengenai berbagai gambar hiasan Al-Quran dan
   134   135   136   137   138   139   140   141   142   143   144