Page 142 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 142

MENCARI GEREJA PENYEIMBANG  —  121


                    seruan  “Amin!  Amin!”  Pada  saat  itu,  perasaan  makin  menghebat.  Setelah
                    berlangsung  sekitar  satu  jam,  semangat  mencapai  puncaknya.  Salah  seorang
                    dari kelompok itu berdiri dan, sambil menari, mendekati gantungan, berlutut
                    di depan barang-barang tadi. Secara aneh dia mengguncang-guncang tubuh
                    bagian atas dan kepalanya, kemudian memegang erat-erat jarum penusuk besi
                    yang diulurkan sang pendeta ....

               Dari sini si anak muda itu, dan semua orang setelahnya, menikam-nikam
               tubuh dan wajah mereka dengan jarum penusuk, tetapi tubuh mereka tidak
               terluka. Untuk sang pendeta yang ragu ini hanya berarti satu hal:

                    Saya  mengatakannya  sekali  lagi,  tipuan  pendeta.  Bahwa  semua  yang
                    membawakan doa-doa untuk Nabi, dan pada upacara ini, untuk Sjech ‘Abdoe’l-
                    Kadier Djilani, dengan cara demikian rupa bisa membuat diri mereka kebal!
                    Karena,  sang  pendeta  memastikan  bahwa  tak  ada  satu  orang  pun  terluka
                    oleh  jarum-jarum  penusuk  itu  ...  kalaupun  ada  maka  itu  merupakan  tanda
                    keyakinan yang tidak cukup atau doa yang lemah. Anda akan melihat bahwa
                    perayaan  semacam  ini  sangat  informatif.  [Anda  punya]  ...  para  pemimpin
                    Kabupaten-Kabupaten  Preanger  yang  kaya  raya,  memiliki  banyak  kekayaan,
                    dan  menduduki  tingkat  peradaban  yang  lebih  tinggi  dibandingkan  bagian-
                    bagian Jawa yang lain; Anda pun sudah bertemu dengan para pendeta sebagai
                    penipu-penipu licik yang berusaha mempertahankan pengaruh mereka dengan
                    membangkitkan serta menghidupkan takhayul di kalangan penduduk. Anda
                    akan mengeluh bahwa orang-orang telah terjerumus dalam kebodohan yang
                    menyedihkan. Jika Anda mengedarkan pandangan ke seluruh negeri ini, dan
                    juga mengikuti situasi di sana, Anda akan sampai pada simpulan yang sama. 13

                    Jelaslah bahwa hal ini, semua hal ini, di luar batas kesabaran van Hoëvell.
               Informasi yang diberikan van Hoëvell di luar batas pengetahuan Veth karena
               dalam beberapa catatan pinggir pada manuskrip van Hoëvell, Veth tidak bisa
               memahami beberapa nama pada kain gantung yang diduganya tidak jelas dan
               menyebutnya “ocehan” tak berarti. 14
                    Sebagai perbandingan, Veth lebih dari sekadar bahagia merampungkan
               sebuah analisis mengenai epigraf yang dibuat dengan terampil pada sebuah
               makam  wali  seperti  makam  Malik  Ibrahim,  yang  membuat  van  Hoëvell
               terkesan.  Sang  penulis  yang  pendeta-ilmuwan  membaca  ini  sebagai  bukti
               kelahiran  Islam  yang  damai,  yang  meletakkan  landasan  bagi  agama  yang
               sangat “lunak” yang dia yakini terlihat di Jawa.  Bahkan, van Hoëvell benar-
                                                       15
               benar teperdaya oleh sikap salah seorang penjaga makam Sunan Giri yang saat
               itu sudah bobrok. Sebagaimana yang ia kenang:

                    Dia  memperlakukan  kami  dengan  sangat  baik,  memberi  tahu  apa  yang  dia
                    ketahui.  Missighit  dan  langgar,  yang  berdiri  dekat  makam,  pondok  tempat
                    makam,  makam  itu  sendiri,  peti  besi,  keris,  dokumen—semuanya  harus
   137   138   139   140   141   142   143   144   145   146   147