Page 149 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 149

128  —  KEKUASAAN DALAM PENCARIAN PENGETAHUAN


              Terlepas dari berbagai penilaian negatif seperti yang ditemukan dalam
          TNI, dan terlepas dari berkuasanya kaum Liberal, laporan-laporan sezaman
          yang ditulis oleh tokoh-tokoh lain di Hindia memperlihatkan keadaan tengah
          berubah. Buku-buku selain Taj al-muluk beredar. Jumlah serta bentuknya kian
          meningkat, meski belum sampai ke tangan orang-orang Barat. Pada 1857
          Hermann von de Wall (1807–73), orang Jerman yang terakhir ditugaskan
          menyusun kamus Belanda-Melayu def nitif, meminta salinan atau inventaris
          kepemilikan apa pun atas manuskrip-manuskrip Melayu, Jawa, Sunda, dan
          Arab dari berbagai residen Hindia.  Hasilnya campur aduk.
                                       45
              Pada beberapa kasus, para pejabat (atau bawahan mereka) mengabaikan
          permintaan von de Wall. Mereka menyangkal keberadaan manuskrip seperti
          itu atau menjawab tidak punya cukup kontak di kalangan pribumi yang tepat
          (von de Wall telah menyarankan agar “para pemimpin atau pendeta pribumi”
          dimintai  nasihat  dalam  hal  ini).   Di  Solo,  A.B.  Cohen  Stuart  (1825–76)
                                      46
          berpandangan  bahwa  memadukan  faktor-faktor  seperti  penjagaan  rahasia
          dan kekhawatiran hilangnya manuskrip yang dipinjam untuk disalin, sejak
          semula tak banyak yang bisa dilakukan. Stuart bahkan menasihati residennya
          bahwa  dia  meragukan  keberadaan  materi-materi  berbahasa  Melayu,  Arab,
          atau apalagi Sunda di keraton. 47
              Akan  tetapi,  sebagian  dari  permintaan  von  de  Wall  dipenuhi  oleh
          beberapa karesidenan di Sumatra Barat, Palembang, Jawa Barat, dan Madura.
          Dia menerima berbagai macam teks yang dikehendaki dalam jumlah cukup
          besar, mulai buku pengantar al-Sanusi hingga Ratib Syekh Samman.  Kota
                                                                     48
          pelabuhan Surabaya, yang minoritas Arab-nya menonjol, juga mengirimkan
          banyak hikayat Melayu salinan koleksi pribadi Syekh ‘Ali (al-Habsyi?), yang
                                                                         49
          juga  menyediakan  delapan  belas  karya  sejarah,  f kih,  dan  ilmu  bahasa.
          Urutan persis teks-teks tersebut dan penggunaan praktisnya barangkali bukan
          yang pertama dipikirkan von de Wall ketika mulai menggarap kamusnya (satu
          lagi yang tidak akan pernah terlahir ke dunia). Tidak seperti begitu banyak
          rekan-rekannya, tampaknya von de Wall terlibat secara aktif dengan informan
          utamanya,  Raja  ‘Ali  Haji  dari  Riau,  dan  kemungkinan  besar  menganggap
          Islam lebih dari sekadar jubah compang-camping yang dikenakan bangsa yang
          kehilangan hubungan dengan kesusastraan “asli” mereka. Namun, pandangan
          demikian tetap mengakar selama beberapa dekade, seperti penilaian tajam
          Brumund mengenai pesantren, meski ada beberapa orang yang menentangnya
          secara publik.
              Sementara  Harthoorn  secara  singkat  membicarakan  kurikulum
          pesantren dalam sebuah laporan internal pada 1857 dan Carel Poensen dengan
          senang hati mengulangi Brumund dalam laporan lain yang ditulis pada 1863,
          dua  ulasan  di  Bataviaasch  Zendingsblad  yang  baru  didirikan  menawarkan
          pengamatan yang relatif berpikiran terbuka mengenai sebuah pesantren di
   144   145   146   147   148   149   150   151   152   153   154