Page 158 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 158

MENCARI GEREJA PENYEIMBANG  —  137


               Mohammedan pada 1879. Pada 1880 dia berkeliling Aceh bersama T.H. der
               Kinderen yang adalah Sekretaris Raad van Indië. Tugas-tugas semacam itu
               memungkinkan  van  den  Berg  mencurahkan  lebih  banyak  perhatian  pada
               minat  utamanya:  orang-orang  Arab  di  Hindia  dan  bahasa  mereka.  Meski
               sudah  menyelesaikan  katalog  manuskrip-manuskrip  berbahasa  Arab  karya
               Friederich  pada  1873,  dan  sebagian  dari  katalog  buku-buku  berbahasa
               Melayu, Jawa, dan berbahasa Arab milik Masyarakat Batavia pada 1877, van
               den Berg tetaplah pakar Arab yang frustrasi. 82
                    Terlepas dari pendidikannya di Leiden, minat kecendekiawanan van den
               Berg jelas bercita rasa Delft. Dia tetap fokus menerjemahkan karya-karya inti
               yurisprudensi Suni untuk khalayak pejabat, termasuk Minhaj altalibin karya
               Nawawi.  Karena konsentrasi paruh-waktunya adalah pada teks bukan pada
                       83
               orang, van den Berg merasa terkejut pada awal 1880-an. Menjadi jelas dalam
               berbagai laporan resmi berikutnya bahwa Naqsyabandiyyah sudah lama aktif
               di Nusantara, berkebalikan dengan pernyataan-pernyataannya yang lalu. Dia
               pun  mulai  menggarap  artikelnya  sendiri  yang  sudah  diperbarui  mengenai
               persoalan ini. 84
                    Di  permulaan  artikel  tersebut,  van  den  Berg  tidak  bersedia
               menggambarkan  bagaimana  persisnya  dia  menjadi  sadar  akan  tarekat
               Naqsyabandiyyah. Dia mengklaim bahwa penemuan manuskrip-manuskrip
               belakangan ini, dan bahkan perjalanannya sendiri ke Aceh, telah meyakinkannya
               bahwa pernyataannya yang terdahulu mengenai tidak adanya tarekat semacam
               itu di Hindia agak tergesa-gesa. Namun, ini hanyalah pengakuan kesalahan
               parsial. Menggunakan karya yang sudah klasik mengenai Mesir oleh Edward
               William Lane (1801–76), yang berhubungan dengan seorang keturunan ‘Abd
               al-Wahhab al-Sya’rani, van den Berg menyatakan bahwa apa yang tersisa dari
               Naqsyabandiyyah di Aceh hanyalah potongan-potongan dzikr yang sekarang
               ditampilkan  semata-mata  untuk  hiburan  publik—seperti  dalam  bentuk
               Tarian Sadati, tempat barisan pemuda bergandengan lengan dan menyanyi
               sementara pemuda lain menari di hadapan mereka.
                    Seperti Lane dan Dozy sebelumnya, van den Berg menganggap ungkapan
               Suf sme populer hanya sebagai takhayul. Walaupun telah mendengar berbagai
               laporan pers samar-samar mengenai kehadiran Naqsyabandi di Padang, dia
               tampaknya  hanya  tahu  sedikit  detail-detailnya.  Sementara  itu,  di  Batavia
               hanya terdapat Qadiriyyah, yang kelihatannya menyerupai Naqsyabandiyyah.
               Van  den  Berg  percaya  bahwa  semua  tarekat  semacam  itu  hanya  diminati
               oleh  orang  Arab  tertentu  (barangkali  yang  berkasta-rendah).  Para  (sayyid)
               informan meyakinkan dirinya bahwa pengejaran keuntungan f nansial adalah
               satu-satunya tujuan pertemuan-pertemuan mereka.
                    Sebaliknya di Buitenzorg, Naqsyabandiyyah berkembang sangat pesat.
               Para pejabat setempat bahkan memimpin perkumpulan memalukan di masjid
   153   154   155   156   157   158   159   160   161   162   163