Page 318 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 318

CATATAN  —  297


                   of Instrumental and Institutional Science in Dutch Colonial Indonesia”, Isis 95 (2004):
                   1–33.
                94.  “Voorbericht”,  VBG  1  (1779):  29–30.  (Perhatikan  bahwa  penomoran  halaman  pada
                   beragam cetakan volume pertama berbeda-beda.)
                95.  De Bruijn dan Raben, T e World of Jan Brandes, 215–18.
                96.  Sebuah pengecualian yang langka adalah kamus bahasa Sunda karya Jonathan Rigg. Lihat
                   karyanya, Dictionary of the Sunda Language of Java (Batavia: Lange, 1862).
                97.  Ricklefs, Mystic Synthesis, 175 (lihat Bab 1, cat. 22).
                98.  Ricklefs, Mystic Synthesis, 176–79.

               Lima: Rezim-Rezim Baru Pengetahuan, 1800–1865
                 1.  Cees Fasseur, De Indologen: Ambtenaren voor de Oost, 1825–1950, edisi ke-3 (Amsterdam:
                   Aula, 2003).
                 2.  Peter Boomgaard, “For the Common Good: Dutch Institutions and Western Scholarship
                   on  Indonesia  around  1800”,  dalam  Peter  Boomgaard,  ed.,  Empire  and  Science  in  the
                   Making—Dutch “Colonial” Scholarship around 1800 in Comparative Perspective, akan terbit.
                 3.  J.A. van der Chijs, “Bijdragen”, 212 (lihat Bab 2, cat. 32).
                 4.  Walaupun  begitu,  dengan  melakukan  hal  semacam  itu  mereka  tidak  lebih  buruk
                   dibandingkan  Belanda.  Koleksi  manuskrip-manuskrip  Melayu  milik  Deventer  adalah
                   rampasan  dari  sebuah  ekspedisi  ke  Selangor  pada  1784,  dan  banyak  naskah  lainnya
                   dikumpulkan  untuk  Inggris  melalui  kerja  sama  para  bupati  setempat.  Lihat  D.E.
                   Weatherbee, “Raf  es’ Sources for Traditional Javanese Historiography and the Mackenzie
                   Collections”, Indonesia 26 (Oktober 1978): 63–95, khususnya 67–68.
                 5.  Meskipun  Fame  hancur,  jelas  bahwa  sebagian  besar  koleksi  Raf  es  yang  lebih  awal
                   berhasil selamat, dan diwariskan pada Royal Asiatic Society pada 1830. Lihat Ricklefs dan
                   Voorhoeve, Indonesian Manuscripts, xxvii.
                 6.  William  Marsden,  T e  History  of  Sumatra:  Containing  an  Account  of  the  Government,
                   Laws, Customs, and Manners of the Native Inhabitants, with a Description of the Natural
                   Productions, and a Relation of the Ancient Political State of that Island (London: T omas
                   Payne and Son, 1783), iv.
                 7.  Marsden, History of Sumatra, edisi ke-3 (London: M’Creery, 1811), iv.
                 8.  Marsden, History of Sumatra (1783), 35–36.
                 9.  Marsden, History of Sumatra (1783), 163–65.
                10.  IOL Add. 26568, 117b–18a; Werndly, Spraakkunst, 343–47 (lihat Bab 4, cat. 45).
                11.  John Bastin, “John Leyden and the Publication of the Malay Annals, 1821”, JMBRAS
                   75–2 (2002): 99–115.
                12.  Van der Chijs, “Bijdragen”, 214.
                13.  Van der Chijs, “Bijdragen”, 215–19.
                14.  Yang disebutkan adalah “alip-alipan (abc boek), toeroetan, pateka, njasin, koran, aliphlam,
                   kitab asmoro kandi, kitab zitim, kitab doerat, kitab nahoe, kitab sarap, kitab amil, kitab
                   joeroemia”. Di antara buku-buku ini, soal-jawab dasar karya al-Samarqandi dan al- Sanusi,
                   serta buku tata bahasa karya Ajurrumi, adalah yang menonjol. Sebaliknya, di Kedu, daftar
                   itu hanya merujuk pada penyebutan disiplin “nahwoe, tasrip, hoesoeb, pekik en tapsir”.
                   Van der Chijs, “Bijdragen”, 217–18.
                15.  Misalnya,  Cirebon  memiliki  sekitar  190  pesantren  dengan  sekitar  2.763  murid,
                   Semarang konon memiliki 95 sekolah dengan 1.140 siswa, sedangkan Surabaya dan Jipan
                   mempunyai 410 langgar dengan 4.397 santri. Van der Chijs, “Bijdragen”, 228–30.
                16.  Laporan sang Patti, Jaksa Kepala dan Panghulu Kepala Japara, sebagaimana dikutip dalam
                   van der Chijs, “Bijdragen”, 321.
                17.  Van der Chijs, “Bijdragen”, 234.
                18.  Van der Chijs, “Bijdragen”, 231.
   313   314   315   316   317   318   319   320   321   322   323