Page 95 - EBOOK_Persiapan Generasi Muda Pertanian Pedesaan Menuju Indonesia Sebagai Lumbung Pangan Dunia
P. 95
SEMINAR NASIONAL 2017
Malang 10 April 2017
memberikan efek buruk pada ternak berupa resistensi terhadap antibiotik dan pada manusia
yang mengkonsumsinya melalui residu pada daging ayam. Untuk itu perlu dicari bahan
pengganti antibiotika yang dapat berfungsi sebagai imbuhan pakan untuk meningkatkan
efisiensi produksi dan aman bagi konsumen. Penggunaan A. charticola dapat menjadi solusi
pengganti antibiotik dimana A. charticola memiliki sifat probiotik (Nugrahestiningrum,
2016). Dimana penambahan probiotik pada ransum dapat menggantikan peran AGPs.
2. Tinjauan Pustaka
Ayam broiler adalah ayam yang mempunyai sifat tenang, bentuk tubuh besar,
pertumbuhan cepat, bulu merapat ke tubuh, kulit putih dan produksi telur rendah. Ayam
broiler pertama kali di budidayakan di Indonesia pada tahun 1950-an. Namun mulai populer
sejak tahun 1980-an. Ayam broiler dihasilkan dari proses seleksi antar tetua yang memiliki
potensi yang baik dalam hal pertumbuhan dan telah mengalami rekayasa genetik
(Tamalluddin, 2012). Sebelumnya, kebutuhan daging ayam di Indonesia dipenuhi dengan
ayam buras seperti ayam kampung. Namun budidaya ayam kampung tidak bisa memenuhi
permintaan daging ayam karena produksinya lumayan lama, baru bisa dipanen setelah
berumur 8 bulan. Meski saat ini ada juga jenis ayam kampung yang bisa dipanen pada umur
2,5 bulan. Lama waktu pemeliharaannya ayam broiler relatif singkat, karena memiliki genetik
dengan pertumbuhan cepat yaitu 5-7 minggu dengan bobot badan sekitar 1,8-2 kg (Rasyaf,
2008).
Penggunaan onggok terfermentasi dalam ransum meningkatkan produksir telur harian
masing-masing untuk yang dipelihara secara individu dan kelompok sebesar 32,20% dan
26,06% (Suprijatna, dkk. , 2005). Tingginya serat kasar dan rendahnya protein dalam onggok
menjadi faktor pembatas penggunaan onggok sebagai bahan penyusun ransum ternak
monogastrik (Mathius & Sinurat, 2001). Penggunaan onggok untuk ayam broiler dibatasi
yaitu hanya 6% didalam ransum (Nuraini & Latif, 2008). Usaha dalam meningkatkan
kandungan nutrisi pada onggok dapat dliakukan dengan fermentasi. Dimana konsep
fermentasi adalah proses yang mengacu pada mikroorganisme untuk memecah bahan organik
untuk mendapatkan energi yang dibutuhkan untuk tetap hidup, dan membuat senyawa organik
seperti alkohol dan asam organik, serta senyawa anorganik seperti karbon dioksida dan
hidrogen. Tergantung pada zat yang terbentuk, proses ini disebut fermentasi alkohol,
fermentasi asam laktat, fermentasi asam amino (Kalsum & Sjofjan, 2008). Fermentasi dengan
menggunakan kapang memungkinkan terjadinya perombakan komponen BahanYang sulit
dicerna menjadi lebih tersedia, sehingga diharapkan pula nilai nutrisinya meningkat (Winarno
& Fardiaz, 1979). Fermentasi menggunakan A. charticola mampu menurunkan kadar serat
ampas singkong (onggok) dan juga dapat meningkatkan kandungan protein kasarnya dengan
menggunakan urea sebagai suplemen fermentasi ( (Sugiharto, dkk. , 2015). Maka dari itu
diharapkan dapat meningkatkan kualitas bahan pakan serta dapat memberikan pengaruh
kesehatan untuk ayam broiler (Yudiarti & Sugiharto, 2016).
Antibiotic Growth Promoters (AGPs) sekarang banyak digunakan di berbagai jenis
peternakan. Penggunaan antibiotik sebagai pemacu pertumbuhan (Antibiotic Growth
Promoters) di dunia peternakan sudah lebih dari 40 tahun lamanya, meskipun dalam jumlah
yang kecil namun dapat meningkatkan efisiensi pakan (Daud, dkk. ,2007). Fungsi utama dari
AGPs sendiri adalah untuk menjaga kesehatan ayam broiler, Antibiotik dapat meningkatkan
pertumbuhan dan memperbaiki efisiensi ransum (Doyle, 2001). Penggunaan aditif pakan
alternatif pengganti antibiotik berfungsi untuk mengatasi permasalahan residu pada bahan
pangan hewani dan mengurangi resistensi mikroorganisme. Fungsi lainnya adalah
meminimalkan respon tanggap kebal yang memproduksi beragam senyawa bersifat toksik
yang secara alami dipakai untuk menanggulangi invasi mikroorganisme. Senyawa-senyawa
“Penyiapan Generasi Muda Pertanian Perdesaan Menuju Indonesia Sebagai Lumbung Pangan Dunia” 84