Page 96 - EBOOK_Persiapan Generasi Muda Pertanian Pedesaan Menuju Indonesia Sebagai Lumbung Pangan Dunia
P. 96
SEMINAR NASIONAL 2017
Malang 10 April 2017
toksik dapat pula mencederai sel-sel yang sehat, sehingga sel otot daging dapat mengalami
degradasi (Murwani, 2003).
Feed Convertion Ratio (FCR) merupakan perbandingan antara jumlah pakan yang
digunakan dengan jumlah bobot ayam broiler yang dihasilkan. Semakin kecil nilai FCR
menunjukkan kondisi usaha ternak ayam broiler semakin baik (Rasyaf, 2008). Nilai konversi
pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain genetik, tipe pakan yang digunakan, feed
additive yang digunakan dalam pakan, manajemen pemeliharaan, dan suhu lingkungan
(Fadilah, 2004). Jumlah pakan yang digunakan mempengaruhi perhitungan konversi ransum
atau Feed Converstion Ratio (FCR). Pertumbuhan murni adalah pertambahan dalam bentuk
dan bobot jaringan-jaringan tubuh seperti urat daging, tulang, jantung, otak, dan semua
jaringan tubuh lainnya (kecuali lemak) (Anggorodi, 1995). Kemampuan ternak mengubah zat-
zat nutrisi ditunjukkan dengan pertambahan bobot badan. Pertambahan bobot badan
merupakan salah satu kriteria yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan. Konsumsi
merupakan faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan ayam broiler dan konsumsi itu
dipengaruhi oleh suhu, sistem pemberian pakan, frekuensi pakan, kesehatan ayam, kualitas
pakan serta sifat genetik dari ayam broiler (Rasyaf, 2008). Konsumsi sangat berpengaruh pada
produksi yang dicapai karena bila nafsu makan rendah akan menyebabkan laju pertumbuhan
dari ayam tersebut menjadi terhambat dan akhirnya produksi akan menjadi menurun. Faktor-
faktor yang mempengaruhi konsumsi pada unggas adalah kandungan serat kasar dalam pakan,
tingkat kualitas pakan, dan palatabilitas atau cita rasa pakan (Fadilah, 2004).
3. Materi dan Metode
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 11 Juli – 15 Agustus 2016 di Kandang Ayam
Fakultas Petenakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang. Materi yang
digunakan yaitu 160 ekor DOC dengan bobot awal rata-rata 47,75 ± 2,71 g, kandang koloni
ukuran 1x1x1,5 m, tempat pakan dan minum, lampu, timbangan, desinfektan, blower,
nampan, peralatan kandang dan pisau. Setiap petak perlakuan berisi 8 ekor DOC. Komposisi,
persentase dan kandungan nutrien ransum disajikan pada tabel 1.
Onggok yang digunakan yaitu onggok yang difermentasi dengan A. charticola yang
merupakan kapang yang diisolasi dari gathot. Proses pembuatan fermentasi onggok diawali
dengan pembuatan starter. Starter dibuat dengan cara melakukan peremajaan A. charticola
pada medium Potato Dextrose Agar (PDA). A. charticola sebanyak 10 cawan petri
dicampurkan ke dalam onggok steril dan ditambahkan aquades dengan perbandingan 1 liter
banding 1 kg onggok, kemudian diinkubasi selama 4 hari dan dilakukan perhitungan jumlah
10
koloni dengan metode Total Plate Count (TPC) yang memperoleh hasil 3,6 ×10 cfu/g.
Starter diinokulasikan dengan onggok steril sebanyak 110 g/kg onggok. Urea dilarutkan
kedalam aquades dengan dosis urea 41 g/kg onggok. Campuran aquades dan urea
dicampurkan ke dalam onggok dengan perbandingan aquades dan onggok sebanyak 1 liter
banding 1 kg onggok. Kemudian diaduk hingga homogen dan dimasukan ke dalam wadah
tertutup kemudian diinkubasi selama empat hari serta setiap dua hari dilakukan pengadukan.
Onggok dijemur hingga kering udara. Ransum yang mengandung onggok fermentasi dan/atau
antibiotik memiliki kandungan PK 22% dan EM 2800 kkal/kg dimana perlakuan T0 (kontrol),
T1 (kontrol+antibiotik), T2 (kontrol+antibiotik+onggok fermentasi) dan T3 (kontrol+onggok
fermentasi).
“Penyiapan Generasi Muda Pertanian Perdesaan Menuju Indonesia Sebagai Lumbung Pangan Dunia” 85