Page 90 - EBOOK_Modal Sosial Petani Dalam Pertanian Berkelanjutan Dalam Mendukung Ketahanan Pangan Daerah
P. 90

70 | Modal Sosial Petani dalam Peratanian


             Sri  itu  sendiri.  Dengan  demikian,  petani  akan  tetap  berusaha
             menjaga tanaman padi mereka, sebagaimana mereka menghormati
             Dewi Sri (Purnawijayanti, 2009; 6). Kegiatan upacara budaya “wiwit”
             ini  sangat  didukung  terus  pelaksanaannya  oleh  petani  di
             Bangunjiwo.  Mereka  beranggapan,  pelaksanaan  upacara  ini
             merupakan  bentuk  penghormatan  terhadap  Dewi  Sri,  sekaligus
             sebagai pelestarian nilai-nilai budaya.
                  Upacara-upacara  untuk  menghormati  Dwi  Sri  sangat  banyak
             dilakukan pada waktu yang lalu. Misalnya, pada saat bulir padi mulai
             tumbuh  dan  berisi.  Masyarakat  Jawa,  menganggap  padi  sebagai
             penjelmaan  Dewi  Sri,  sebagaimana  wanita  yang  memberikan
             kesuburan  dan  kehidupan  harus  mengandung  (hamil).  Demikian
             pula  hanya  dengan  padi,  ia  juga  harus  mengandung  (mapag  atau
             meteng). Untuk menghormati padi yang sedang mapag atau meteng
             tersebut,  orang-orang  mengadakan  selamatan,  seperti  yang
             dilakukan  pada  saat  seorang  ibu  yang  sedang  mengandung  untuk
             pertama  sekalinya.  Selamatan  yang  dilakukan  adalah  dengan
             membuat  tumpengan.  Petani  menyadari  bahwa  wanita  (padi)  yang
             nyidam itu mempunyai selera yang tidak biasa. Untuk itu, di setiap
             sudut-sudut aliran air sawah, mereka meletakkan daun-daun asam
             bagi padi yang sedang nyidam (Wawancara dengan Dukuh Kalangan,
             2 April 2010).
                  Budaya  pertanian  yang  lain,  untuk  menghormati  dewi
             kesuburan (Dewi Sri) adalah ‘pasren’. Pasren adalah tempat tinggal
             Dewi Sri dalam rumah-rumah tradisional Jawa. Petani Jawa percaya
             bahwa  kemakmuran  dan  keberhasilan  panen  mereka  amat
             tergantung kepada kemurahan hati Dewi Sri sebagai dewi kesuburan
             dan dewi padi. Untuk itu, mereka menyediakan tempat khusus bagi
             Dewi  Sri  dalam  rumah  mereka.  Pasren  terletak  di  senthong  (bilik)
             belakang  atau  tengah  rumah.  Di  sana  diletakan  sebuah  amben
             (dipan) yang diberi atap dengan robyong (hiasan kain lipat). Dipan
             tersebut dilengkapi dengan kasur, bantal dan guling yang bercorak
             kembang-kembangan  serta  langse  (kelambu).  Di  depan  pasren
             diletakan  pendaringan  untuk  menyimpan  beras,  kendi  dan  jlupak
             (dian  minyak  kelapa).  Sepasang  lampu  sewu  dan  kecohan.  Di  atas
             dipan juga diletakan gambar burung Garuda (Purnawijayanti, 2009;
             7).
                  Unsur  penting  dari  pasren  adalah  sepasang  boneka  yang
             disebut  dengan  loro  blonyo  dalam  paes  ageng.  Ini  berarti  bahwa
             kedua  boneka  tersebut  diberi  busana  dan  tata  rias  meriah  seperti
             sepasang pria dan wanita dalam upacara pengantin Jawa. Sepasang

                                                  Amiruddin Ketaren|  Bab IV : 57-106
   85   86   87   88   89   90   91   92   93   94   95