Page 89 - EBOOK_Modal Sosial Petani Dalam Pertanian Berkelanjutan Dalam Mendukung Ketahanan Pangan Daerah
P. 89
Pemanfaatan Modal | 69
d ) P a n e n d a n U p a c a r a B u d a y a
Panen dilaksanakan bila padi yang ditanam telah menguning
merata atau telah sampai waktunya setelah dihitung berdasarkan
hari. Perhitungan hari dimulai dari saat penanaman dilaksanakan
pertama sekali. Karena yang ditanam adalah jenis padi lokal yang
berkualitas, maka jumlah hari saat dilakukan panen tidak sama
dengan jenis padi yang ditanam pada pertanian konvensional. Panen
pada pertanian organik dapat dilakukan setelah di atas 5 bulan atau
150 hari. Panen dilaksanakan dengan menggunakan sabit bergerigi
atau menggunakan ani-ani (ketam). Hal ini dilakukan agar panen
yang dilaksanakan tidak sampai merusak padi. Panenan padi yang
dilakukan dengan sabit bergerigi, selanjutnya harus dirontokkan
kembali. Perontokkannya dilakukan dengan membanting padi pada
alas kayu yang telah dibuat sedemikian rupa atau dengan
menggunakan mesin perontok padi sederhana (huler).
Kepercayaan terhadap kekuatan magis ini masih dipegang kuat
oleh petani di desa Bangunjiwo. Agar terhindar dari panen yang
gagal di musim tanam yang akan datang, petani selalu mengadakan
upacara budaya “wiwit” (wiwitan), baik yang dilakukan secara
sendiri-sendiri atau bersama-sama saat panen raya. “Wiwit” yang
diberikan bisa berupa nasi kuning yang dibentuk seperti gunungan
(tumpeng) yang diletakkan di dalam tampah besar. Di sekelilingnya
diberikan lauk-pauk. “Wiwit” juga dapat berupa nasi tumpeng yang
besar lengkap dengan lauk-pauknya disertai dengan seekor ayam
kampung panggang. Ayam kampung panggang ini dipanggang utuh
dengan dicampur berbagai ramuan dan bumbu penyedap. “Wiwit”
tersebut diletakan di lahan persawahan yang hendak di panen
(Wawancara dengan Dukuh Kalangan, 2 April 2010). Sebelum panen
dilakukan, petani harus menguntai sepasang boneka dari tanaman
padi. Pengantin padi ini dihiasi dengan sapu tangan lalu dibawa
pulang dan dibaringkan di pasren (Purnawijayanti, 2009; 7).
Pelaksanaan upacara “wiwit “ ini mengandung makna yang
tinggi dan pengharapan yang besar serta syukur yang mendalam
kepada ‘Sang Hyang Widi’, terutama Dewi Sri yang telah menjaga,
memelihara dan memberikan hasil panen yang baik kepada petani.
Dengan memberikan upacara ini, petani berharap agar hasil
panenan pada musim tanam yang akan datang menjadi lebih baik
dan tetap dilindungi dari serangan hama dan penyakit (Wawancara
dengan Dukuh Kalangan, 2 April 2010). Petani beranggapan bahwa
padi yang mereka tanam sebenarnya adalah penjelmaan dari Dewi