Page 156 - Layla Majnun
P. 156
“Hanya orang-orang sepertimulah yang dapat mengaku benar-
benar bebas, karena kalianlah penguasa dari dunia kalian sendiri. Hal itu
mengingatkanku akan sebuah cerita yang harus kau dengar. Kisah ini ten-
tang seorang raja dan seorang penganut Islam fanatik… ”
“Dahulu kala pernah hidup seorang penganut Islam fanatik, se-
orang ‘pemuja Tuhan yang bodoh’, yang telah memalingkan wajahnya dari
dunia demi memusatkan segala perhatian serta hasratnya untuk mengha-
dapi dunia setelah mati. Ia tinggal di sebuah gubuk reot yang lebih mirip
sebuah lubang yang dindingnya retak dan hampir ambruk, namun baginya
gubuk itu lebih mewah daripada sebuah istana.”
“Suatu hari, tanpa sengaja sang Raja melewati gubuknya. Raja
itu terpana ketika melihat gubuk itu, tak percaya bahwa ada seorang manusia
yang mau tinggal di tempat seperti itu. Ia bertanya kepada salah seorang
pengawalnya, ‘Apa yang dilakukan pria itu di sini? Apa yang dimakannya?
Di mana ia tidur? Siapa dia?’”
“’Ia adalah seorang penganut Islam yang fanatik,’ jawab sang
pengawal, ‘seorang pemuja Allah yang bodoh yang tak membutuhkan
makan maupun tidur, karena ia tak sama dengan orang-orang lainnya.’
“Rasa penasaran sang Raja begitu besar dan kemudian ia memu-
tuskan untuk mendekati sang pertapa itu. Dari kejauhan, sang Raja turun
dari kudanya dan memberi pertanda kepada pengawalnya agar membawa
sang pertapa keluar untuk menemuinya. Sang pengawal menuju pintu
gubuk itu, lalu sang pertapa melangkah keluar, dengan tubuh penuh debu
dan kusut.”
“’Tampaknya,’ kata si pengawal, ‘kau telah memutuskan seluruh
hubungan dengan dunia ini. Dan sepertinya kau senang sekali tinggal sen-
dirian di tempat terkutuk ini. Demi Allah, mengapa? Dari manakah kau
mendapatkan kekuatan untuk memikul penderitaan bak neraka seperti
ini? Dan tolong katakan kepadaku, apa yang kau makan?’
“Si penganut Islam fanatik itu menunjukkan beberapa potong
tanaman yang baru saja dipetiknya dari tanah datar tempat para rusa me-
rumput. Ia kemudian berkata, ‘Inilah yang kumakan, dan harus kuakui bah-
wa semua ini lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhanku.’