Page 161 - Layla Majnun
P. 161
sukarela. Kita berjuang dan berusaha keras, dan apa hasilnya? Masing-
masing orang harus menjalani apa yang telah digariskan kepadanya. Ibu
harus tahu bahwa aku tak pernah menerima ataupun menolak cintaku
dengan begitu saja, penderitaan serta penyiksaan bukanlah pilihan untuk
kutolak maupun kuterima. Dengan begitu, kumohon agar ibu tidak me-
maksaku untuk kembali pulang. Ibu mengatakan bahwa jiwaku bagaikan
burung yang harus dibebaskan dari sangkarnya. Tapi tidakkah ibu lihat
bahwa sangkar ini sesungguhnya adalah cintaku? Bagaimana mungkin
aku bisa selamat darinya? Dan bila aku kembali pulang dengan ibu, maka
aku akan menyerahkan diriku kepada sebuah jebakan baru, karena yang
ibu sebut sebagai ‘rumah’ merupakan penjara bagiku – penjara yang sudah
pasti akan membuatku mati. Cintaku adalah rumahku; di tempat lain aku
hanyalah sosok asing. Jadi tinggalkan saja aku, ibuku tercinta, dan jangan
memaksaku. Aku tahu betapa tidak bahagianya ibu melihat penderitaanku.
Aku tahu betul tentang itu, tapi semua ini tak dapat kuelakkan. Yang bisa
kulakukan hanya memohon maaf pada ibu.”
Majnun menunduk lalu mencium kaki ibunya dan memohon maaf.
Tak ada yang dapat dikatakan maupun dilakukan oleh wanita tua itu; ia
hanya menangis dengan sedih, kemudian mengucapkan selamat tinggal
kepada putranya dan kembali pulang dengan adik laki-lakinya, Salim.
Waktu berlalu, namun perpisahan bukanlah sesuatu yang dapat
dihadapi dengan mudah oleh perempuan tua itu. Perlahan, ia menjadi sosok
asing di rumahnya sendiri. Baginya, rumah itu bagaikan penjara seperti
yang telah diucapkan oleh Majnun kepadanya. Hasratnya untuk hidup se-
makin melemah hingga di suatu malam, jiwanya terlepas dari penjara
keberadaan duniawi dan terbang menyusul suaminya ke dunia lain.
Sekali lagi, sang pengendara agung, matahari, beranjak menuju
arena luas tempat berputarnya langit. Rivalnya yang berjubah keperakan,
bintang, menjadi pucat dan bergegas kembali ke timur. Sinar sang pe-
nguasa terlalu berlebihan bagi cangkir kristal malam, yang bergetar hingga
pecah, menuangkan anggur dan mengubah langit menjadi keunguan dari
ujung ke ujung. Dengan demikian datanglah pagi dan lahirlah sebuah hari
baru.