Page 163 - Layla Majnun
P. 163

Majnun hanya dapat menanggapinya dengan sebuah rengekan.
              Dengan suara kecil, ia berterima kasih kepada semua orang atas kebaikan
              mereka. Namun ia menolak tawaran tersebut, dan mengatakan bahwa
              ia hanyalah seorang tamu di sana. Tak ada sesuatu maupun seorang pun
              yang dapat menahannya. Tempat itu bukanlah rumahnya lagi; keluarga
              serta teman-temannya kini adalah sosok asing baginya. Ia mengucapkan
              selamat tinggal kepada mereka dan kembali ke pegunungan tempat teman-
              teman sejatinya berada dan menantinya. Hanya di pegununganlah ter-
              dapat cukup tempat untuk hati sedihnya, hanya di sanalah langit cukup
              luas untuk menampung berat bebannya. Selama sekilas saja ia kembali ber-
              ada di dunia nyata, namun kini ia harus kembali. Ia berlari bagaikan badai
              yang digerakkan oleh angin gurun.
                     Dan apalah artinya kehidupan manusia jika bukan sebuah sambar-
              an halilintar dalam kegelapan? Seolah kehidupan itu tak ada artinya,
              bahkan jika kehidupan itu berlangsung selama seribu tahun, dibandingkan
              dengan keabadian yang tak berbatas maka kehidupan itu akan sama saja
              dengan satu kedipan mata. Dari permulaan, hidup telah menunjukkan
              segel kematian, hidup dan mati terjalin bagaikan sepasang kekasih, lebih
              dekat  daripada saudara  kembar siam.  Wahai  manusia,  seberapa lama
              lagikah kau akan menarik benang itu di hadapanmu? Untuk berapa lama
              lagi kau akan menolak untuk melihat segala sesuatu sebagaimana mesti-
              nya? Tiap-tiap butir pasir menilai diri mereka sendiri berdasarkan kriteria,
              menggunakan panjang dan luas sebagai ukuran di dunia ini; namun jika
              disandingkan dengan pegunungan maka ia takkan berarti apa-apa. Manusia
              hanyalah butiran pasir, tawanan di dunia penuh ilusi. Kau harus memecahkan
              jeruji penjaramu dan terbebas darinya! Kau harus membebaskan dirimu
              dari dirimu sendiri, dan juga dari seluruh manusia! Kau harus belajar mene-
              rima bahwa apa yang kau anggap sebagai realita sesungguhnya bukanlah
              sesuatu yang nyata, dan bahwa kenyataan itu adalah sesuatu yang sama
              sekali lain! Ikuti contoh sang penulis: jadilah nyala lilin dan bakarlah harta
              milikmu sendiri – hanya pada saat itulah dunia yang kini menjadi penguasamu
              akan menjadi budakmu.
   158   159   160   161   162   163   164   165   166   167   168