Page 167 - Layla Majnun
P. 167

ngarkan sajaknya, daya sihir dari kata-katanya dapat membuka ikatan kusut
              jiwaku yang sangat merindukannya.”
                     Si pria tua itu mengikatkan permata yang baru saja diterimanya
              ke ikat pinggangnya dan sambil mengusap airmata Layla, ia mengucapkan
              selamat tinggal. Lalu ia beranjak pergi di kegelapan malam, dengan mem-
              bawa harapan serta rasa kekhawatiran Layla bersamanya.
                     Ia berkelana dari oase ke oase, bertanya-tanya dan mencari,
              namun tak ada seorangpun yang tahu keberadaan Majnun. Hanyalah
              takdir yang menjadi pembimbingnya. Akhirnya, ia menemukan sang per-
              tapa liar itu di kaki gunung, dikelilingi oleh hewan-hewan liarnya, wajahnya
              penuh kesedihan bagaikan seorang ahli permata yang permatanya telah
              dicuri oleh sekawanan pencuri.
                     Begitu ia melihat sang pria tua itu, Majnun bangkit, berjalan men-
              dekat kemudian mengucapkan salam kepadanya. Ia juga memerintahkan
              agar para hewan itu tidak menyerang tamunya. Si pria tua itu turun dari
              kudanya dan mereka saling berpelukan; Majnun tampak begitu senang
              seolah ia baru saja diberikan sesuatu yang berharga, ia begitu bahagia
              dengan kedatangan tamunya. Pria tua itu memberikan hormat yang biasa-
              nya layak diberikan kepada sultan ataupun syaikh, mengucapkan doa untuk
              Majnun dan mulai berbicara:
                     “Kau adalah raja cinta, Majnun, dan semoga takhtamu bertahan
              sepanjang perasaan cinta itu sendiri! Aku telah diutus kemari oleh Layla,
              yang kecantikannya merupakan keajaiban dunia yang ke delapan. Ia meng-
              hargai cintanya kepadamu lebih dari ia menghargai dirinya sendiri. Telah
              lama sekali sejak ia terakhir kali melihatmu atau mendengar suaramu, kini
              ia ingin bertemu denganmu, untuk menatap langsung kedua matamu, wa-
              laupun hanya sesaat.”
                     “Tidakkah membuatmu bahagia untuk bertemu dengannya lagi?
              Tak dapatkah kau melanggar sumpahmu demi dapat memandang wajah-
              nya yang penuh airmata walaupun hanya sedetik saja? Untuk membisik-
              kan sajak-sajak indah yang dapat menenangkan badai di hatinya, untuk
              menghidupkan kembali kenangan lama, untuk membangunkan sesuatu
              yang telah menjadi masa lalu?
   162   163   164   165   166   167   168   169   170   171   172