Page 169 - Layla Majnun
P. 169

kejauhan, terlalu jauh untuk dapat diraihnya. Majnun bertanya-tanya
              apakah Takdir akan berbaik hati kepada dirinya dan Layla, hanya untuk kali
              ini saja…..
                     Akhirnya, Majnun beserta pria tua itu tiba di hutan palem, para
              hewan peliharaannya menunggunya di sana. Majnun bergerak menuju
              taman itu dan duduk menanti di bawah pohon palem, sementara si pria
              tua menemui Layla dan memberikannya sinyal.
                     Layla, sendirian di tendanya, melihat pria tua itu datang mende-
              kat, dan sambil menutup kerudungnya ia berlari keluar untuk menemui-
              nya. Perasaannya bercampur aduk antara takut, ragu dan berharap: ia
              telah menanti terlalu lama dan terlalu banyak airmata yang telah ditetes-
              kannya – ia tahu betul risiko apa yang akan dihadapinya dengan menemui
              Majnun dengan cara seperti ini, namun ia harus menemuinya. Dengan di-
              lindungi oleh kerudungnya dan juga gelapnya malam, Layla memberikan
              sinyal kepada pria tua itu dengan menganggukkan kepalanya dan bergegas
              melewatinya menuju taman.
                     Layla segera melihatnya, namun ia berhenti sebelum sampai
              di pohon palem di mana Majnun duduk di bawahnya. Seluruh tubuhnya
              gemetar dan seolah kakinya telah berakar di tempat itu. Ia hanya terpisah
              dua-puluh langkah saja dari kekasihnya. Namun seolah seorang ahli sihir
              telah membuat lingkaran ajaib di sekelilingnya dan ia tak dapat melangkah
              melewati lingkaran tersebut.
                     Si pria tua, yang kini telah berada di sisinya, meraih tangannya
              seolah hendak membimbingnya maju. Dengan sopan Layla berkata, “Tuan
              yang kuhormati, aku hanya bisa melangkah hingga titik ini, tak lebih lagi.
              Bahkan kini aku merasa bagaikan lilin yang menyala; tinggal satu langkah
              lagi mendekati api dan aku akan terlahap habis olehnya. Kedekatan ini
              akan membawa bencana; bagi sepasang kekasih keselamatan hanya ada
              saat mereka terpisah.”
                     “Memang benar kedekatan ini membawa kebahagiaan, tapi
              bukankah madu menyimpan racun? Untuk apa aku meminta lebih? Bahkan
              Majnun, si raja cinta, tak pernah mengharap lebih. Pergilah kepadanya!
              Pergilah dan minta agar ia mendendangkan sajak-sajaknya untukku. Biar-
   164   165   166   167   168   169   170   171   172   173   174