Page 174 - Layla Majnun
P. 174

“Aku tak punya apa-apa dalam hidup ini kecuali hewan-hewan
            liar ini; karena kau tak punya tempat tinggal yang aman, bagaimana mung-
            kin aku bisa menyediakannya untukmu? Bagaimana mungkin aku bisa hidup
            dengan harmonis bersamamu saat aku tak dapat hidup bahkan dengan
            diriku sendiri? Bahkan syaitan-syaitan dan para anak buahnya pun melarikan
            diri dariku; lalu mengapa kau pikir kau dapat bertahan sebagai temanku
            bahkan hanya untuk satu detik saja? Kau mencari kehangatan serta per-
            sahabatan dengan orang lain, namun aku bukanlah orang yang tepat
            karena aku adalah orang biadab yang liar dan kesepian dan tak dapat mem-
            berimu apa-apa.
                   “Kembalilah ke tempat asalmu karena yang kau cari takkan kau
            temukan di sini. Kita berdua bagaikan kapur dengan keju, kita takkan se-
             pakat dalam hal apapun. Jalan kita berbeda dan takkan pernah bertemu,
            kau adalah sahabat bagi dirimu sendiri, dan aku adalah musuh bagi diriku
            sendiri. Kau telah menemukan orang yang telah menjadi sosok asing tidak
             hanya bagi dunia namun juga bagi jiwanya sendiri. Katakan, ‘Semoga Allah
            selalu bersamamu!’ dan tinggalkan aku sebagaimana kau menemukanku.
                  “Kumohon, kembalilah pulang. Kau telah berkelana sejauh ini dan
            sekarang kembalilah pulang tanpa banyak bertanya. Jika kau tak pergi
            atas kehendakmu sendiri, maka pada akhirnya kau pasti akan terpaksa
            pergi karena tubuh, pikiran serta jiwamu akan hancur, entah kau suka atau
            tidak.”
                   Salam dari Baghdad mendengarkan Majnun hingga selesai,
            namun ucapan si gila itu tak meredakan badai hasrat yang bergejolak
            dalam hatinya. “Kumohon kepadamu, demi Allah,” jeritnya, “jangan tolak
            aku! Jangan larang aku untuk memuaskan rasa dahagaku di sumurmu.
            Anggaplah aku sebagai seseorang yang sedang beribadah haji yang telah
            datang kemari untuk melaksananakan ibadahnya di Makkah. Apakah
            kau akan melarang orang untuk berdoa?”
                   Permohonan pria muda itu begitu mendesak Majnun, hingga ia
            tak punya pilihan lain selain menerimanya. Tak terbendung rasa senang
            Salam. Ia membuka tasnya, menggelar kain di tanah dan memenuhinya
   169   170   171   172   173   174   175   176   177   178   179