Page 175 - Layla Majnun
P. 175

dengan daging, kue kering, buah-buahan yang telah dikeringkan dan ber-
              bagai makanan yang menggiurkan.
                     Lalu ia berkata, “Nah, sekarang kau akan menjadi tamuku, sebagai-
              mana aku adalah tamumu! Kumohon kau bersedia menikmati hidangan
              ini bersamaku. Kau mungkin telah bersumpah untuk puasa, namun pada
              akhirnya manusia juga harus makan untuk menjaga kekuatannya. Jadi
              duduklah dan makan bersamaku, kumohon kepadamu!”
                     Majnun menggelengkan kepalanya. “Aku adalah salah seorang
              dari mereka,” katanya, “yang telah mengalahkan segala macam rasa lapar
              dan telah membunuh segala hasrat. Semua daging dan kue-kue ini ada
              untuk menopang mereka-mereka yang hanya memikirkan diri sendiri;
              aku tak mempunyai pikiran seperti itu. Puasa adalah makananku, bagai-
              mana mungkin bisa membahayakanku?”
                     Salam tidak terlalu memperhatikan kata-kata Majnun. Ia justru
              berpikir bahwa ia harus selalu memberi semangat orang-orang yang telah
              kehilangan hati, sehingga ia berkata, “Mungkin akan lebih baik bagimu
              jika kau tak memberi makan rasa putus asamu yang telah bertempat tinggal
              dalam hatimu, karena jika kau berikan ia kesempatan maka ia akan mela-
              hap habis eksistensimu. Tataplah langit! Bahkan langitpun selalu berubah
              setiap hari, suatu hari ia akan berwarna biru, esoknya kelabu, lalu kuning
              terang, dan kadangkala penuh dengan air hujan. Langit selalu mengubah
              penampilannya, terus mengungkapkan halaman-halaman baru dari buku
              takdir kepada kita.
                     “Begitulah dunia sejak ia pertama lahir. Dalam sekejap, dalam
              satu kedipan mata, seratus pintu yang terkunci mungkin akan terbuka
              dan kesedihan dapat berubah menjadi kegembiraan. Jangan kau pelihara
              atau menahan kesedihanmu, biarkan ia pergi dan palingkan dirimu darinya.
              Lebih baik tertawa daripada menangis, bahkan jika hatimu hancur. Dulu
              hatiku juga pernah hancur, dan tubuhku lumpuh oleh kesedihan.”
                     “Namun Allah yang Maha Penyayang mengasihaniku dan membe-
              rikanku jalan keluar dari lubang kesengsaraan yang telah kugali untukku
              sendiri. Dan Ia juga akan memberikan belas kasih-Nya jika kau memohon
              pertolongan-Nya. Penderitaanmu akan hilang dan kau akan melupakan
   170   171   172   173   174   175   176   177   178   179   180