Page 170 - Layla Majnun
P. 170
kan ia menyanyikan lagu cinta; aku akan mendengarkannya. Biarkan ia
menjadi cangkir; dan aku akan minum anggurnya.”
Pria tua itu menurut, tapi ketika ia mendekati sosok diam yang
duduk di bawah pohon palem, ia melihat wajah Majnun telah kehilangan
warna, matanya berkaca-kaca dan memandang tajam, airmata mengalir
di kedua pipinya.
Pria tua itu meraih tangan Majnun dan membelai wajahnya hing-
ga ia tersadar kembali. Lalu pria tua itu menarik Majnun agar ia bangkit
dari duduknya, merapikan rambutnya dan menunjuk ke arah Layla. Begitu
mata mereka bertemu, Majnun merasa kehidupan mengalir kembali ke
dalam nadinya. Lalu, tanpa pikir panjang, ia membuka mulutnya dan men-
dendangkan sajak-sajak tentang Layla.
Ia bernyanyi:
Setiap kali taman merasa gembira dengan hadirnya mawar merah
Betapa ia tampak anggun jika dipadankan dengan anggur merah:
Untuk siapakah mawar itu membuka kelopaknya,
Ku bertanya-tanya –
Karena cinta dari sang kekasih, membuatku gila
Dan merobek hatiku!
Bukankah korban-korban malang selalu meneriakkan tentang
ketidakadilan?
Mengapa halilintar bergemuruh – dan menyambarku!
Seperti tetesan hujan yang menjatuhi bunga melati saat matahari terbit
Airmataku yang jatuh menetes di pipi sang kekasih.
Dengan tulip yang kemerahan seluruh daratan tampak bagaikan mirah
delima -
Pencuri macam apakah yang datang untuk merampas permataku?
Pepohonan menebarkan wangi yang memabukkan
Dan aroma khotan dibiarkan tak tercium.
Layla mendengarkan dengan takjub saat Majnun mendendang-
kan sajak demi sajak. Tiba-tiba saja Majnun terdiam. Lalu dengan tangisan,