Page 168 - Layla Majnun
P. 168

“Tak perlu khawatir, takkan ada yang melihatmu. Aku tahu sebuah
            taman di mana pepohonan palem tumbuh dengan subur dan dapat me-
            nyembunyikan kalian berdua dari mata para pengintai. Takkan ada apapun
            di atasmu kecuali langit gelap, takkan ada apa pun di bawahmu kecuali
            rerumputan. Ayolah, musim semi menantimu di sana; musim semi dan
            kunci dari jimat takdir…  ”
                   Pria tua itu membuka tasnya dan mengeluarkan jubah dari dalam
            tasnya dan menyerahkannya kepada Majnun untuk dikenakannya. Majnun
            berdiri di sana, takjub dengan apa yang baru saja didengarnya. Apakah
             mungkin ia dapat meraih surga tatkala ia masih berada di bumi? Mungkin-
            kah ia dapat mencicipi kebahagiaan abadi ketika masih berada di dunia?
                    “Sepertinya pria ini tak mengenalku,” pikir Majnun. “Tak ada se-
            orang pun yang mengenalku, Majnun si ‘gila’! Tidak dapatkah mereka
            berpikir bahwa sesuatu yang disebut kebahagiaan oleh mereka sesungguh-
            nya bukan milikku? Tidak dapatkah mereka melihat bahwa saat memung-
            kinkan bagi mereka untuk dapat memenuhi segala keinginan dalam hidup
            ini, yang kudambakan adalah sesuatu yang sangat berbeda, sesuatu yang
            tak dapat dipenuhi selagi aku masih berada di dunia fana ini?”
                   Meskipun begitu, ini merupakan kesempatan yang tak dapat di-
            tentang oleh Majnun, sebuah tawaran yang tak dapat ditolak. Bagaimana
            mungkin ia dapat mengabaikan panggilan dari kekasihnya tercinta? Jadi
            begitulah, ia mengenakan jubah yang diberikan oleh si pria tua dan ber-
            siap-siap untuk melakukan perjalanan; lalu ketika segalanya telah siap,
            mereka segera pergi dengan hewan-hewan Majnun berada di belakang-
            nya.
                   Semakin mereka mendekati tempat Layla menunggunya, semakin
            Majnun merasa gemetar oleh kegembiraan dan bergetar karena hasrat.
            Dengan tak sabar ia memukul-mukulkan tongkatnya kepada kudanya agar
            bergerak lebih cepat lagi.
                   Seolah-olah sumber mata air kehidupan sedang memikatnya dari
            kejauhan; seolah angin menghembuskan aroma wangi kekasihnya di ba-
            wah hidungnya untuk memacunya agar bergerak lebih cepat lagi; seolah
            ia sekarat karena dahaga sementara sungai Tigris tampak berkilauan dari
   163   164   165   166   167   168   169   170   171   172   173