Page 12 - E-MODUL SEMPRO_NUR KHOLIJA HARAHAP_A1C320017
P. 12
2
2
2
= 〈(∆ ) 〉 = ∑(∆ ) P(j) = ∑( − 〈 〉) P(j)
2
2
2
= ∑( − 2 〈 〉 + 〈 〉 ) P(j)
2
= ∑ ( ) − 2〈 〉 ∑ ( ) + 〈 〉 ∑ ( )
2
= 〈 〉 − 2〈 〉〈 〉 + 〈 〉 ,
2
2
Atau
2
2
2
= 〈 〉 − 〈 〉 (1.13)
Persamaan (1.9) ini merupakan cara paling cepat untuk menghitung , yaitu dengan
2
2
2
2
mengakarkan 〈 〉 dan 〈 〉 . Pada sebelumnya 〈 〉 secara umum tidak sama dengan 〈 〉 .
2
Karena jelas non negatif bahwa ( dari defenisinya dalam persamaan (1.9), Persamaan …
menyiratkan bahwa
2
2
〈 〉 ≥ 〈 〉 (1.14)
dan keduanya sama hanya jika = 0, yaitu untuk distribusi tanpa spread sama sekali (setiap
anggota memiliki nilai yang sama).
1.2.5 Normalisasi
Berdasarkan interpretasi statistik dari fungsi gelombang, dinyatakan bahwa (x , ) t 2
adalah kerapatan probabilitas untuk menemukan partikel di titik x, pada waktu
tertentumengikuti persamaan 1.3.14 bahwa integral dari || harus bernilai 1 (partikel harus
2
berada di suatu tempat) :
+∞
∫ | (x, t) | dx = 1 (1.15)
2
−∞
Tanpa ini, interpretasi statistik akan menjadi tidak berarti. Bagaimanapun, fungsi gelombang
seharusnya ditentukan oleh persamaan Schrödinger tidak dapat memaksakan kondisi tanpa
memeriksa bahwa keduanya konsisten. Sekilas persamaan 1.1 mengungkapkan bahwa jika
(x,t) merupakan solusi, demikian juga A(x,t), dimana A adalah konstanta (kompleks).
Jadi, yang harus ditentukan adalah memilih faktor perkalian tidak ditentukan ini untuk
memastikan bahwa persamaan 1.3.14 terpenuhi, proses ini disebut normalisasi fungsi
gelombang. Untuk beberapa solusi persamaan Schrödinger, integralnya tak terhingga; dalam
hal ini tidak ada factor perkalian yang akan menghasilkan 1. Hal yang sama berlaku untuk
solusi = 0. Solusi yang tidak dapat dinormalisasi seperti itu tidak dapat merepresentasikan
9