Page 122 - Perspektif Agraria Kritis
P. 122
Bagian II. Memaknai Ulang Reforma Agraria
bisa berbahaya karena akan mengukuhkan status quo dan
bahkan bisa melegalkan proses rekonsentrasi.
PERLINDUNGAN HAK
Jaminan akses yang bersifat (re)distributif atas
sumber-sumber agraria tidak akan lestari tanpa disertai
perlindungan hak secara legal. Perlindungan hak ini sangat
penting di tengah berbagai kekuatan global yang mengepung
produsen pertanian skala kecil, mulai dari korporatisme
pertanian, monopoli benih, input berbiaya tinggi hingga
perubahan tata guna lahan (antara lain karena massifnya
1
proyek infrastruktur dan global “land-grabbing”) . Inilah
beberapa ancaman eksklusi yang akan membuat petani skala
kecil sangat rentan untuk kehilangan (kembali) tanahnya
melalui proses jual-beli, jeratan hutang-piutang, dan bahkan
penggusuran paksa.
Di sinilah legalitas hak atas tanah menjadi penting,
sejauh hal ini ditujukan untuk mendukung dan menguatkan
capaian positif dari kebijakan (re)distribusi, atau melindungi
penguasaan tanah oleh kelompok miskin/marginal yang
sudah ada. Legalitas hak itu sendiri tidak harus berbentuk hak
milik individual (individual property rights), akan tetapi juga
dapat berupa hak penguasaan komunal, baik yang
penggarapannya bersifat tetap (communaal bezit met vaste
aandelen) maupun bergilir (communal bezit met wiselende
aandelen).
1 Hall (2011: 837) mengartikan “land-grabbing” ini sebagai berikut:
“the purchase or lease by transnational corporations of large parcels
of land for the purposes of growing food, fuel, or fiber crops for
export” (pembelian atau sewa atas tanah dalam hamparan yang luas
oleh perusahaan-perusahaan trans-nasional untuk keperluan
budidaya tanaman pangan, energi dan fiber yang ditujukan untuk
ekspor).
57