Page 191 - Perspektif Agraria Kritis
P. 191
Perspektif Agraria Kritis
bahwa keputusan progresif yang dihasilkan Munas Mataram
2017 merupakan ijtihad agraria yang sama sekali baru tanpa
pernah ada presedennya di masa lampau. Atau, dalam benak
pembaca barangkali terbersit satu kesan bahwa NU selama
dekade 1960-an termasuk organisasi yang menentang agenda
land reform. Kesimpulan dan kesan semacam ini tentu saja
sangat berlebihan dan perlu diklarifikasi.
DUA ARENA KIPRAH NU
Untuk memahami lebih utuh peran NU dalam lapangan
agraria, penting untuk disadari bahwa kiprah NU di bidang ini
tidak terbatas pada aspek pemikiran keagamaan semata,
namun juga mencakup perjuangan konkret di bidang hukum,
politik dan sosial. Dipahami demikian, ternyata kiprah NU di
bidang agraria ini memiliki jejak sejarah yang panjang.
Pertama, dari segi pemikiran keagamaan, pergulatan
NU dalam merespon persoalan agraria dari sudut pandang
Islam ternyata sudah berlangsung lama, yakni sepanjang usia
NU itu sendiri. Hal ini bisa dilacak dari keputusan-keputusan
yang dihasilkan forum pengambilan keputusan organisasi ini
di tingkat nasional, yaitu Muktamar, Konferensi Besar, dan
7
Musyawarah Nasional (Munas).
Kedua, dari segi perjuangan praksis secara konkret, NU
ternyata memiliki peran cukup besar dalam proses panjang
7 Pada awalnya, Muktamar NU diselenggarakan setiap tahun sekali
yang berlangsung sejak 1926-1940. Perang Dunia II dan Revolusi
Kemerdekaan membuat pelaksanaan Muktamar tidak memiliki ritme
yang pasti. Muktamar ke-16 baru terselenggara pada 1946, lalu tidak ada
catatan tentang tahun pelaksanaan Muktamar ke-17 hingga ke-19
maupun hasil-hasilnya. Terhitung sejak Muktamar ke-20 tahun 1954,
waktu pelaksanaan Muktamar diperjarang, namun di antara dua
Muktamar diselenggarakan Konferensi Besar dan/atau Munas.
Pelaksanaan Muktamar secara rutin tiap lima tahun sekali baru
dimulai sejak Muktamar ke-27 tahun 1984 di Situbondo.
126