Page 193 - Perspektif Agraria Kritis
P. 193
Perspektif Agraria Kritis
sesuai dengan hadits: ‘Semua peminjaman yang
menarik sesuatu manfaat (terhadap yang
dipinjamkannya), maka termasuk riba’.” (AF:
28-29). 8
Masalah gadai ini pada dasarnya termasuk ke dalam
persoalan hubungan produksi dan distribusi surplus, yakni
item ketiga di antara empat kategori persoalan agraria yang
telah penulis jelaskan pada bab pertama (lihat Gambar 1.2).
Setelah ditelusuri, ternyata keputusan-keputusan NU tidak
terbatas pada persoalan ketiga ini saja. Terhitung sejak
Muktamar 1926 hingga Munas 2017, telah dihasilkan paling
tidak 69 keputusan organisasi yang membahas berbagai kasus
atau isu faktual yang dapat dikaitkan dengan empat kategori
persoalan agraria (lihat Tabel 10.1 pada lampiran bab ini).
Yang menarik, semangat dasar yang secara umum bisa
dirasakan dari berbagai keputusan di atas adalah kepedulian
NU pada tiga prinsip yang digarisbawahi dalam “perspektif
agraria kritis”, yaitu: keadilan sosial, kesetaraan ekonomi, dan
keberlanjutan ekologi. Keputusan Muktamar 1927 tentang
hukum gadai yang dikutip di atas adalah salah satu ilustrasi
mengenai kepedulian NU atas prinsip keadilan sosial—yakni,
menolak relasi sosio-agraria yang ditandai unsur pemerasan.
Memang, keempat persoalan agraria ini tidak dibahas
dengan frekuensi yang sama dalam ke-69 keputusan di atas.
Persoalan ketiga—yakni, unfairness di dalam relasi produksi
dan distribusi surplus—menyita porsi terbesar pembahasan,
yakni disinggung dalam 77% dari 69 keputusan organisasi. Di
sini berbagai isu di seputar relasi-relasi tenancy, perburuhan dan
8 AF adalah inisial dari buku Ahkamul Fuqaha: Solusi Problematika
Aktual Hukum Islam. Keputusan Muktamar, Munas dan Konbes
Nahdlatul Ulama (1926-2004). Buku ini mencantumkan pula kutipan
asli dari literatur fiqh yang dijadikan landasan keputusan hukum.
Namun, seperti pada bab terdahulu, kutipan ini tidak disertakan di
sini karena alasan praktis.
128