Page 196 - Perspektif Agraria Kritis
P. 196

Bagian V.  Kiprah NU di Bidang Agraria


              peraturan  perundang-undangan,  serta sejumlah  rekomendasi
              di bidang ekonomi dan kesejahteraan.

                     Secara umum, keputusan-keputusan NU menyangkut
              persoalan kedua ini juga ditandai dengan komitmen kuat pada
              perwujudan prinsip keadilan dan kesetaraan. Pertanyaan yang
              kemudian  muncul  adalah:  Mengapa  di  tengah  arus  ijtihad
              semacam ini dapat lahir keputusan Konferensi Jakarta 1961 yang
              mengharamkan  land  reform?  Jawaban  atas  pertanyaan  ini,
              seperti akan dibahas nanti, cukup kompleks sehingga tidak bisa
              dijelaskan  dari  sisi  ijtihad  keagamaan  semata.  Di  sini  cukup
              dinyatakan  bahwa  keputusan  tersebut  bukanlah  satu-satunya
              “suara” yang muncul dari dalam organisasi NU pada masa itu,
              dan dengan demikian tidak bisa dinyatakan sebagai mewakili
              pandangan dasar NU terhadap program land reform.

                     Urutan  terakhir  adalah  persoalan  agraria  keempat,
              yaitu  ketidakpastian,  ketimpangan  dan  ketidaksesuaian  dalam
              alokasi  ruang  dan  pendayagunaan  SSA.  Persoalan  agraria  ini
              disinggung dalam sekitar 10% dari 69 keputusan NU terkait isu
              agraria. Ada empat keputusan menonjol yang termasuk dalam
              kategori ini, yakni dua keputusan tentang lingkungan hidup
              yang dikeluarkan Muktamar 1994, dan dua keputusan tentang
              eksploitasi alam secara berlebihan dan alih fungsi lahan yang
              dikeluarkan Muktamar 2015.
                     Mengenai persoalan lingkungan hidup, Muktamar 1994
              menegaskan bahwa “mencemarkan lingkungan, baik udara, air
              maupun  tanah,  apabila  menimbulkan  dlarar  [kerugian  atau
              bahaya],  maka  hukumnya  haram  dan  termasuk  perbuatan
              kriminal (jinayâh)” (AF: 487). Muktamar ini dalam keputusan
              berbeda  juga  menyatakan  bahwa  “menguras  kekayaan  alam
              secara  berlebih-lebihan  dan  tidak  bertanggung  jawab  dengan
              dalih  untuk  pembangunan  dan  atau  kepentingan  ekonomi
              merupakan kenyataan hidup yang harus ditolak, baik karena
              alasan  agama  maupun  pertimbangan  sosial”.  Oleh  karena  itu,



                                          131
   191   192   193   194   195   196   197   198   199   200   201