Page 199 - Perspektif Agraria Kritis
P. 199
Perspektif Agraria Kritis
bidang agraria. Panitia ini diketuai Sarimin Reksodihardjo dan
berkedudukan di Yogyakarta (ibu kota RI selama revolusi), dan
karena itu ia dikenal dengan “Panitia Agraria Yogya”.
Seperti dijelaskan Wiradi (2000: 134-138), panitia ini
dalam perjalanannya mesti mengalami beberapa kali “bongkar
pasang”. Menyusul kepindahan ibu kota RI ke Jakarta pada 1949,
“Panitia Agraria Yogya” pun dibubarkan. Sebagai ganti, pada
tahun 1951 pemerintah membentuk panitia baru dengan ketua
yang tetap dijabat oleh Sarimin Reksodihardjo. Sesuai tempat
kedudukannya yang baru, panitia ini lantas dijuluki “Panitia
Agraria Jakarta”.
Selama 1956-1958, panitia agraria mengalami dua kali
perombakan dalam waktu yang amat pendek. Terhitung sejak
itu, kiprah NU dalam ikhtiar menghasilkan rancangan UU
agraria yang komprehensif terlihat semakin signifikan. Hal ini
tidak terlepas dari pimpinan kedua panitia tersebut yang sama-
sama merupakan tokoh intelektual NU, yaitu Soewahjo
10
Soemodilogo dan Soenario.
Pada 1957, “Panitia Soewahjo” berhasil menuntaskan
RUU yang memuat antara lain dua butir penting berikut ini: (1)
asas domein verklaring dihapus dan diganti dengan “hak
menguasai oleh negara”, dan (2) asas bahwa tanah pertanian
harus dikerjakan dan diusahakan sendiri oleh pemiliknya.
Meski demikian, RUU ini belum diajukan ke DPR karena masih
harus disempurnakan lagi. Di bawah “Panitia Soenario”, yang
dibentuk pada 1958, perbaikan RUU ini berhasil dituntaskan dan
menghasilkan “Rancangan Soenario”.
Pada 24 April 1958, “Rancangan Soenario” ini secara
resmi disampaikan oleh Presiden Soekarno kepada DPR. Dalam
10 Informasi ini disampaikan oleh Gunawan Wiradi dalam sebuah
seminar di Institut Pertanian Bogor pada 27 Desember 2017. Penulis
menyampaikan banyak terima kasih kepada beliau atas informasi
yang berharga ini.
134