Page 200 - Perspektif Agraria Kritis
P. 200
Bagian V. Kiprah NU di Bidang Agraria
pidatonya, Presiden Soekarno meminta agar rancangan UU ini
dimintakan saran dari perguruan tinggi terlebih dulu sebelum
dibahas DPR. Maka dibentuklah tim yang melibatkan Panitia
Ad Hoc DPR, Kementerian Agraria, dan Universitas Gadjah
11
Mada. “Rancangan Sadjarwo” yang dihasilkan tim kerja ini
lantas diajukan kembali kepada DPR pada 1 Agustus 1960. DPR
akhirnya sepakat menetapkan rancangan ini menjadi UU No
5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria pada 24
September 1960 (Wiradi 1999: 137-138; Wiradi 2009: 116-125).
IJTIHAD AGRARIA NU DI TENGAH PERCATURAN PERANG DINGIN
Dengan peran aktif para tokoh NU semacam ini, lantas
bagaimanakah pengharaman land reform yang diputuskan
Konferensi Jakarta 1961 harus dipahami? Apalagi, dalam kurun
satu tahun sebelumnya, telah dikeluarkan tiga produk hukum
yang mengamanatkan pelaksanaan land reform, yaitu UUPA itu
sendiri, UU No. 2/1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil dan UU
No. 56/Prp/1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian.
Bukankah pengharaman land reform ini merupakan anomali
dari arus besar politik dan kebijakan nasional pada masa itu?
Demi memperoleh pemahaman yang lebih berimbang,
keputusan pengharaman land reform ini haruslah diletakkan
dalam dua konteks yang lebih besar. Pertama, ia tidak terlepas
dari konteks Perang Dingin antara kubu Uni Soviet dan Amerika
Serikat yang sekaligus mencerminkan persaingan keras antara
ideologi kapitalisme dan sosialisme. Kedua, ia tidak terlepas dari
konteks perseteruan sengit di antara berbagai kekuatan politik di
12
Indonesia sendiri pasca Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang
sekaligus menandai awal rezim “Demokrasi Terpimpin”.
11 Sadjarwo adalah Menteri Kompartemen Pertanian dan Agraria
pada masa itu.
12 Dekrit 5 Juli 1959 ini antara lain berisi pembubaran Konstituante
dan penetapan berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945.
135