Page 121 - Bahtera_Sebelum_Nabi_Nuh_Kisah_Menakjubkan_tentang_Misteri_Bencana
P. 121
Dr. Irving Finkel
manusia dan binatang. Dewa-dewa, pada akhirnya, merasa senang
atas campur tangan Ea. Anggota keluarga Atra-hasīs dijadikan
abadi dan kehidupan umat manusia diizinkan untuk berlanjut,
meskipun kini ditambahkanlah kematian, dan kemandulan, para
pendeta selibat dan kematian saat lahir diadakan untuk pertama
kalinya demi menjaga jumlah manusia.
Bagi pemikiran kita, peredam kebisingan sebagai pembenaran
untuk pemusnahan total kehidupan tampaknya agak berlebihan.
Namun, tidak dapat diragukan lagi bahwa inilah alasannya:
keributan manusia yang bergolak telah mencapai batas yang
tidak dapat dimaklumi. Kejengkelan Enlil dalam Atrahasis selalu
membuat saya berpikir tentang orang tua di atas kursi lipat
seusai makan siang di pantai yang merasa terganggu oleh anak-
anak dan radio orang lain; ini jauh dari sudut pandang moral
dalam Perjanjian Lama. Beberapa ahli kajian Assyria kuno telah
berpendapat, secara tidak meyakinkan, bahwa kata kunci dalam
Babilonia, rigmu, ‘kebisingan’, dalam hal ini mungkin saja sebuah
eufemisme untuk perilaku buruk, tetapi masalah sebenarnya
yang sedang dipertaruhkan adalah kelebihan jumlah manusia.
Kebisingan adalah hasil dari kelebihan jumlah manusia dan Air
Bah adalah sebuah obat untuk sebuah keadaan dunia kuno di
mana tidak ada satu pun populasi yang harus mati. Namun,
Enlil bersungguh-sungguh dengan apa yang dikatakannya: ada
mantra-mantra kuneiform untuk meredam seorang bayi rewel
yang rigmu atau ‘kebisingan’-nya mengganggu dewa-dewa
penting di langit hingga pada titik yang dapat dikendalikan.
Kisah Air Bah, oleh karena itu, berkaitan erat dengan Atrahasis
sebagai satu episode dalam sebuah rangkaian yang terstruktur.
Pahlawan kisah itu adalah Atra-hasīs sendiri, yang namanya
berarti Teramat Bijaksana.
http://facebook.com/indonesiapustaka Salinan paling terkenal dari seluruh Epos Atrahasis dalam bahasa
Tablet-Tablet Kisah Air Bah dari Epos Atrahasis
Akkadia ditulis oleh seorang juru tulis bernama Ipiq-Aya, yang
tinggal dan bekerja di kota Sippar di selatan Mesopotamia pada
abad ke-17 SM. Ahli kajian Assyria Frans van Koppen tidak
110

