Page 230 - Bahtera_Sebelum_Nabi_Nuh_Kisah_Menakjubkan_tentang_Misteri_Bencana
P. 230
KEHIDUPAN DI ATAS BAHTERA
wilayah yang tidak diolah dan sering kali dihuni iblis. Kata būlu
di satu sisi dapat berarti ‘kawanan ternak, domba atau kuda’, di
sisi lain ‘hewan liar, sebagai kawanan, merujuk terutama pada
kawanan binatang berkaki empat’. Akhirnya, umāmu berarti
‘binatang, binatang buas’, tetapi tidak harus liar, dan nammaššu,
‘kawanan binatang (liar)’.
Penjelasan ini membuat seolah-olah kata-kata dalam bahasa
Akkadia dapat berarti apa saja yang kita inginkan, tetapi bukan
itu masalahnya. Ini merupakan kata-kata dalam kesusastraan
yang cakupan penuh kemungkinan artinya tampaknya terlalu
mencakup semuanya sehingga tidak banyak membantu bila
menyangkut Proyek Besar Sejarah Alam, tetapi, sesuai konteksnya,
arti yang sesuai—piaraan atau liar, satu atau banyak—biasanya
jelas. Saya pikir kita tidak mungkin terlalu keliru dengan
pemahaman būl sēri dalam keadaan Bahtera mengacu pada
‘hewan piaraan’ dan nammaššu ‘hewan liar’. Kita dapat dengan
nyaman menerjemahkan umām sēri dengan ungkapan kita sendiri
‘binatang di ladang’, yang bisa jadi binatang piaraan atau liar.
Dengan mengingat terjemahan-terjemahan ini, menjadi jelas
bahwa Atrahasis Babilonia Kuno memasukkan binatang-binatang
ternak biasa, binatang-binatang piaraan, dan binatang-binatang
liar ke dalam perahu:
Apa pun yang dia [punyai …]
Apa pun yang dia punyai […]
(Binatang) halal … […]
(Binatang) gemuk […]
Ia menangkap [dan menaikkannya ke dalam perahu]
[Burung] bersayap di langit.
Ternak (būl šakkan) […]
http://facebook.com/indonesiapustaka Sayang sekali baris-baris abadi semacam itu rusak dalam catatan
[Binatang] liar [dari padang rumput (nammaššû sēri)]
[…] dia menaikkannya ke dalam perahu.
Atrahasis Babilonia Kuno: 30–38
kita yang paling awet tentang kisah dalam kuneiform. Binatang
219

