Page 358 - Bahtera_Sebelum_Nabi_Nuh_Kisah_Menakjubkan_tentang_Misteri_Bencana
P. 358

APAKAH TABLET BAHTERA ITU?


            bagaimana semua telur ditempatkan dalam satu keranjang besar,
            terombang-ambing di atas air yang bergolak, semua makhluk
            hidup menangis ketakutan (atau karena mereka mabuk laut
            atau berimpitan). Narasinya dapat didukung dengan alat-alat
            peraga; sebuah pagar alang-alang kecil yang digunakan Ea untuk
            membisikkan perintahnya, sebuah topi bertanduk untuk dewa
            yang berbicara, sebuah coracle mainan untuk Atra-hasīs, sebatang
            tongkat untuk menggambar di atas tanah. Seorang pendongeng
            terkenal mungkin mengerahkan penabuh genderang kecil, peniup
            seruling, dan seorang anak laki-laki untuk membantunya. Dengan
            perlengkapan ini dia dapat menggugah pendengarnya, dengan
            menceritakan sebuah kisah yang selalu sama tetapi selalu berbeda;
            kadang-kadang menakutkan dengan kekejaman yang teguh dari
            dewa-dewa dan deru arus air yang mematikan, kadang-kadang
            menenangkan karena segalanya ternyata baik-baik saja, mungkin
            kadang-kadang jenaka, ketika seorang pemimpi yang tidak pernah
            mengotori tangannya sendiri diberi tahu oleh dewa bahwa dia
            harus mencapai sesuatu yang mustahil sekarang juga tetapi dia
            tidak mau melakukannya. Mengapa memilihku?
               Namun,  Tablet Bahtera bukan milik seorang pengelana
            semacam itu dengan kepala yang penuh dengan kisah-kisah
            yang dihapalnya. Tablet itu diawali dengan suatu momen yang
            sangat dramatis, ‘Dinding! Dinding! Pagar alang-alang, pagar
            alang-alang!’ memberitahukan kabar terburuk di dunia, dan
            berakhir dengan sama dramatisnya dengan semua orang terkunci
            di dalam kapsul mereka, menunggu datangnya Air Bah. Di sini
            kita memiliki kata-kata yang diambil dari sebuah drama tingkat
            tinggi dengan urutan yang jauh lebih luas, dikemas sedemikian
            rupa untuk dimulai dengan dan bertumpu pada momen-momen
            ketegangan maksimum dalam penceritaan. Ini tidak mungkin
   http://facebook.com/indonesiapustaka  enam puluh baris seukuran saku yang akan membuat para
            kebetulan. Sebaliknya, saya ingin menggarisbawahi penggunaan
            narasi ini dalam situasi penceritaan sungguhan, sebuah episode

            pendengar, pada akhir cerita, bersemangat. Suara dari tetes
            hujan pertama akan seperti nada penutup untuk sebuah film
            serial di televisi, disusul dengan penjelasan pembawa acara




                                          347
   353   354   355   356   357   358   359   360   361   362   363