Page 438 - My FlipBook
P. 438
Bagian Kempat
Melalui telaah kritis dan mendalam atas gagasan-gagasan para pluralis
muslim khususnya, dapat ditemukan beberapa kelemahan yang sangat mendasar
baik dari segi metodologi maupun substansi, diantaranya; Pertama, Inkonsistensi.
Terutama yang terlihat secara mengesankan dari alur nalar paham ‘persamaan
agama’ ini adalah adanya inkonsistensi teks-teks suci (nushush) yang dijadikan
sebagai dalil legitimasinya dengan teks-teks suci (nushush) lainnya yaitu Al-
Qur’an dan Hadits. Terduga kuat bahwa teks-teks tersebut sengaja dipilih
sedemikian rupa secara fragmentatif dan berada di luar konteksnya. Atau hal ini
terjadi semata-mata diluar kesadaran (ketidaktahuan). Namun demikian, kedua-
duanya secara metodologis adalah cacat. Cacat ini secara tak terhindarkan
berakibat negatif pada integritas subtansi pemikiran atau teori itu sendiri, sehingga
akan mengesankan adanya teori yang sangat dipaksakan dan mengada-ada.
Kedua, Reduksi. Permasalahan utama yang sering dilontarkan dalam
wacana pluralisme agama dan dianggap sangat potensial menyulut konflik adalah
absolute truth claim (klaim-klaim kebenaran absolut), sehingga seluruh perhatian
dan upaya dicurahkan kepadanya saja. Padahal, truth claim ini selalu berbuntut
pada apa yang disebut oleh Ninian Smart “practice-claims” (dimensi praktis
agama) sebagai perwujudannya. Paham ‘persamaan agama’ pada umumnya dan
paham ‘persamaan agama’ versi pluralis muslim Indonesia khususnya, berhenti
pada upaya mencari penyelesaian bagi truth-calim tersebut. Sementara practice-
claims yang merupakan bagian lain agama yang tak terpisahkan, terabaikan atau
malah samasekali tak terpikirkan. Dan inlah apa yang disebut sebagai pereduksian
atas hakekat agama. 371
Ketiga,Intoleransi. Pluralisme agama tidak menghendaki adanya klaim-
klaim agama yang mutlak. Semua klaim-klaim agama adalah relatif. Yang unik
adalah pada saat yang sama pluralisme agama hendak mengungguli dan mengatasi
klaim-klaim tersebut, atau dapat disebut sebagai klaim “kebenaran relatif” yang
372
absolut. Dengan demikian hanya klaim pluralisme agama saja yang benar. Pada
saat pluralisme agama ditawarkan sebagai suatu teologi toleransi, ternyata terbukti
tidak toleran pada perbedaan-perbedaan agama yang benar-benar nyata. 373
371 Lihat Anis Malik Thoha, Ph.D, Pluralisme Agama…(Media Indonesia, Jum’at 29 Juni 2002.).
Bandingkan dengan Muhammad Legenhausen, Satu Agama atau Banyak Agama Kajian Tentang
Liberalisme dan Pluralisme Agama, Terj. Arif Mulyadi (Jakarta: Lentera, 2002), Cet. I, hal. 92-96
372 Anis Malik Thoha, Wacana Kebenaran agama… hal. 10
373 Muhammad Legenhausen, Satu Agama… hal. 95
426