Page 437 - My FlipBook
P. 437
Tantangan Pemikiran dan Ideologi Klasik & Kontemporer
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan beberapa hal penting, yaitu:
Arus deras globalisasi yang melanda dunia sejagat, melahirkan respon berupa
fundamentalisme keagamaan yang pada tataran tertentu berakibat langsung pada
lahirnya terorisme sebagai counter-ideology terhadap ketimpangan multidimensi
sebagai akibat langsung dari globalisasi. Dalam konteks ini Fundamentalisme juga
disinyalir sebagai kegagalan sebagian muslim dalam berkomunikasi dengan
tantangan-tantangan globalisasi yang penuh paradoks. Hal ini berakibat pada
suasana keterasingan dan kepanikan yang ditandai dengan resistensi diri terhadap
prinsip-prinsip kehidupan global. Resistensi diri termanifestasikan dalam sikap
religiusitas yang berlebihan (al-ghuluw) dan menutup kemungkinan komunikasi
dengan dunia luar. Dalam konteks pengaruhnya terhadap agama-agama,
globalisasi telah melahirkan sedikitnya tiga dampak yang sangat serius; Pertama,
menimbulkan perubahan dalam suatu agama. Dalam konteks ini, respon agama
terhadap fenomena tersebut berbeda-beda sesuai dengan karakteristik teologis dan
doktrinalnya; kedua, menimbulkan interaksi antar agama dan komunitas
beragama. Hal ini berakibat pada kesadaran untuk “membaca” kembali doktrin-
doktrin tradisional mereka dan juga membuka identitas historis mereka; ketiga,
menciptakan konteks baru bagi berbagai teori pluralisme agama yang merupakan
akibat dari interaksi agama yang sangat pesat. Ketiga hal ini kemudian
termanifestasikan pada sekelompok elit intelektual di dunia Islam untuk
menyelaraskan diri dengan mengadopsi diskursus pluralisme agama yang telah
lebih dahulu muncul dan berkembang di masyarakat Barat.
Meskipun pluralisme agama ditujukan untuk membangun sebuah
pemahaman agama yang baru demi penyesuaian diri umat Islam terhadap
tuntutan-tuntutan globalisasi dan terwujudnya global village dalam bingkai
harmoni dan toleransi sesama umat manusia tanpa sekat sosial, budaya, ras, dan
agama, tampak bahwa diskursus ini justeru bergulir sampai pada tataran
mengeliminasi batas-batas sakral keyakinan masing-masing Agama. Dari data-
data yang penulis paparkan ditemukan bahwa diskursus pluralism agama “gagal”
menjembatani antara tuntutan doktrinal keagamaan yang baku di masing-masing
Agama dan arus globalisasi yng sangat dinamis. Pada tataran tertentu pluralisme
agama justeru menegasikan kekhasan masing-masing Agama, lalu meletakkannya
dalam frame relativisme, sinkretisme, dan berujung pada afirmasi kesamaan
Agama-Agama.
425