Page 484 - My FlipBook
P. 484
Bagian Kempat
serta dalam hak-hak yang sama bagi laki-laki dan perempuan, dan telah
memutuskan untuk memperjuangkan kemajuan masyarakat serta
standar-standar kehidupan yang lebih baik dalam kebebasan yang labih
besar).
Whereas Member States have pledged themselves to achieve, in
co-operation with the United Nations, the promotion of universal
respect for and observance of human rights and fundamental freedoms,
(Menimbang bahwa Negara-Negara peserta telah mengikrarkan diri
untuk mencapai, dalam kerjasama dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa,
peningkatan penghargaan bagi dan kepatuhan terhadap hak asasi
manusia serta kebebasan-kebebasan yang mendasar di seluruh dunia).
Whereas a common understanding of these rights and freedoms is
of the greatest importance for the full realization of this pledge,…(
Menimbang bahwa suatu pengertian bersama mengenai hak-hak dan
kebebasan-kebebasan ini memiliki signifikansi tertinggi bagi realisasi
sepenuhnya ikrar ini).
Dalam preambule tersebut samasekali tidak terbaca pengkaitan HAM
dengan unsur-unsur Ilahiyah sebagaimana yang telah disebutkan. Barat
berpandangan, ukuran sesuatu mesti diselaraskan dengan keberadaan
manusia, sehingga watak yang berkembang lebih pada penghargaan
individu-individu semata (antroposentrisme). Berbeda dengan Islam yang
berpandangan bahwa HAM mesti dijiwai oleh Al-Qur’an dan Sunnah. Al-
Qur’an sebagai transformasi dari kualitas kesadaran manusia. Manusia
diperintah untuk hidup dan bekerja sesuai dengan kesadaran dan kepatuhan
terhadap Allah s.w.t 387 dan Rasul-Nya.
Kekosongan DUHAM dari unsur-unsur Ilahiyah tadi dikoreksi dan
dinyatakan secara eksplisit dalam Cairo Declaration on Human Rights in
Islam (ملاسلإا يف ناسنلإا قوقح لوح ةرهاقلا نلاعإ) berikut ini :
يرشبلا تثروأ مأ يخ الل اهلعج تلا يملاسلا ملَل ييَراتلاو يراِلحا رودلل اديكتَ
ب موهت نأ ىجري امو ، نايملاو ،لعلا ينب تعجو ةرخلْبا ايندلا تا بر نزاوتم يلماع ةراِح
387 Eggi Sudjana, HAM Dalam Perspektif Islam (Jakarta: Nuansa Madani, 2002), hal. 9
472