Page 495 - My FlipBook
P. 495
Tantangan Pemikiran dan Ideologi Klasik & Kontemporer
HAM yang Salah Kaprah
Dr. Bagus Riyono, M.A., Psikolog.
Dosen Fakultas Psikologi UGM
President of The International Association of Muslim
Psychologists Anggota Dewan Pakar API
Ketua Presidium Gerakan Indonesia
Beradab
Dewasa ini isu Hak Asasi Manusia (HAM) semakin marak dan menyentuh hampir semua
aspek kehidupan kita. Ada hak perempuan, hak anak, hak murid, hak istri, hak untuk
kebebasan berekspresi, dan bahkan belakangan ada yang menuntut hak untuk memilih
jenis kelamin sendiri dan hak berzina. Bagi kita yang terbiasa berpikir logis tentu akan
mengernyitkan dahi dan hampir tidak percaya hal ini bisa terjadi. Namun demikianlah
kenyataannya. Mereka yang menuntut hak menentukan jenis kelamin sendiri dan hak
berzina bahkan merasa benar dan bangga dengan “perjuangannya” itu.
Apa sih sebenarnya “hak” itu? Banyak orang mengartikan hak itu sebagai sesuatu yang
seharusnya kita terima atau kita miliki. Ada yang mengartikannya sebagai sesuatu yang
seharusnya boleh kita lakukan. Pengertian seperti ini sangat problematik. Pertama, dalam
pengertian tersebut ada nuansa menuntut dan cenderung ego-centris. Kedua, jika kita
terapkan pengertian itu dalam kehidupan sehari-hari maka yang akan terjadi adalah
konflik. Ketika sepasang suami-istri masing-masing memperjuangkan haknya maka
mereka akan saling menuntut dan tidak saling memberi. Ketika seorang murid
menerapkan pengertian itu maka dia akan melecehkan gurunya. Jika seorang anak
menerapkan pengertian itu maka dia akan durhaka pada orangtuanya. Adapun mereka
yang menuntut hak untuk menentukan jenis kelamin sendiri dan hak berzina maka mereka
telah durhaka terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Pemahaman tentang hak yang seperti itu adalah sebuah salah kaprah yang luar biasa
menyesatkan. Kalaupun ada yang membantah pendapat itu tetapi tanpa pemahaman yang
mendalam tentang makna sesungguhnya dari “hak”, maka yang akan terjadi hanyalah
debat kusir. Misalnya satu pihak berkata “saya berhak berekspresi sebebas-bebasnya!”,
lalu yang menentang akan berkata “saya juga punya hak untuk tidak suka dengan
ekspresimu!”. Hal seperti ini adalah debat kusir yang tidak ada ujungnya kecuali konflik.
Oleh karena itu setiap kali terjadi pembicaraan tentang hak asasi manusia selalu
menimbulkan nuansa konflik yang panas dan bukan kedamaian yang adem.
Hak dalam bahasa Inggris adalah “rights”. Dalam bahasa Inggris juga, “right” berarti
“benar” dan bisa juga berarti “kanan”. Adakah makna-makna itu hanya kebetulan saja
atau ada keterkaitan satu sama lainnya? Seperti sudah kita ketahui bersama bahwa Bahasa
483