Page 493 - My FlipBook
P. 493
Tantangan Pemikiran dan Ideologi Klasik & Kontemporer
Tentu saja bukan tanpa pertimbangan. Dalam Islam, pernikahan
merupakan lembaga yang sakral, disamping secara fungsional untuk
memenuhi kebutuhan dasar biologis manusia. Ikatan perkawinan dalam Islam
dinyatakan sebagai “mitsaqan ghalidzan”, sebanding dengan penyebutan
sumpah para Nabi di hadapan Allah s.w.t. untuk menyampaikan ajaran tauhid.
Merespon pasal 16 DUHAM Buya Hamka mengatakan :
“Tegasnya di sini bahwa Muslim yang sejati, yang dikendalikan oleh
imannya, kalau hendak mendirikan rumah tangga hendaklah dijaga
kesucian budi dan kesucian kepercayaan. Orang pezina jodohnya hanya
pezina pula, orang musyrik, yaitu orang yang mempersekutukan yang lain
dengan Tuhan Allah, jodohnya hanya sama-sama musyrik pula.” 402
Penolakan Buya Hamka, terhadap DUHAM, khususnya pasal ke-16 dan
ke-18 ditegaskannya sebagai berikut :
“Sebab saya orang Islam. Yang menyebabkan saya tidak dapat
menerimanya ialah karena saya jadi orang Islam, bukanlah Islam statistik.
Saya seorang Islam yang sadar, dan Islam saya pelajari dari sumbernya;
al-Qur’an dan al-Hadits. Dan saya berpendapat bahwa saya baru dapat
menerimanya kalau Islam ini saya tinggalkan, atau saya akui saja sebagai
orang Islam, tetapi syari’atnya tidak saya jalankan atau saya bekukan.” 403
Setelah memaparkan data-data dan berbagai penjelasan untuk menakar
ulang kompatibilitas DUHAM yang berbasis pada worldview/paradigma
sekularistik, sekaligus muatan-muatannya, penulis simpulkan bahwa,
sesungguhnya DUHAM yang diklaim sebagai norma universal, secara faktual
dalam kehidupan manusia belum mewujudkan hak-hak asasi manusia yang
sesungguhnya. Tentunya, dengan segala hak manusia yang tercantum pada
deklarasi tersebut, masih menyisakan masalah-masalah fundamental
menyangkut aplikasi, batasan makna dan karekteristiknya. Oleh karena itulah
deklarasi tersebut berlaku secara tidak seragam karena memang perbedaan
karakter dan ideologi masing-masing bangsa dan negara. Bahkan, sering pula
dilaksanakan untuk kepentingan negara-negara tertentu yang saling
bersengketa.
Lebih dari itu, akan muncul klaim sepihak bahwa hak asasi manusia
merupakan anugerah yang diberikan oleh deklarasi tersebut. Tak heran
402 Adian Husaini, Muhammadiyah dan HAM, dalam Catatan Akhir Pekan ke-147.
http://www.hidayatullah.com
403 Ibid.
481