Page 120 - Tata Kelola Pemilu di Indonesia
P. 120

menghasilkan sistem multi partai yang merentang dari sistem multipartai
           sederhana  sampai  dengan  sistem  multipartai  yang  rumit.  Hukum  dan
           Hipthesis Duverger ini terbukti di dalam kasus Indonesia. Hasil Pemilu 2019
           menunjukkan bahwa sembilan Parpol mampu mendapatkan kursi di DPR RI.
           Jumlah ini tidak berbeda secara signifikan dari pemilu-pemilu sebelumnya.

           Teori lain yang juga sangat populer adalah teori yang diajukan Katz (1997),
           dimana  dia  menjelaskan  bahwa  sistem  proporsional  daftar  terbuka
           cenderung  tidak  disukai  oleh  para  calon.  Hal  ini  dikarenakan  para  calon
           tersebut tidak saja harus berkompetisi dengan calon lain yang berasal dari
           Parpol yang berbeda, tapi mereka juga harus berkompetisi dengan calon
           lain dari Parpol yang sama. Bahkan, tingkat kompetisi antar calon di Parpol
           yang sama lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kompetisi antar calon
           di Parpol yang berbeda. Colomer (2004) juga menyodorkan teori yang tidak
           kalah  menariknya.  Menurutnya,  meskipun  sistem  pemilu  perwakilan
           berimbang  akan  menghasilkan  perwakilan  yang  proporsional,  sistem  ini
           pada  sisi  yang  lain  juga  cenderung  menghasilkan  faksionalisme  dan
           kandidasi partisan. Teori ini juga berlaku sejak pelaksanaan Pemilu 2009
           dengan  menggunakan  sistem  perwakilan  berimbang  daftar  terbuka.
           Pertama, terjadi kompetisi yang sangat sengit di dalam proses pencalonan
           di  internal  masing-masing  Parpol.  Kedua,  dalam  tahapan  kampanye,
           kompetisi antar calon di dalam Parpol yang sama berjalan jauh lebih sengit
           dibandingkan  dengan  kompetisi  antar  calon  dari  antar  Parpol.  Yang
           kemudian  lebih  mengedepan  adalah  peran  calon  dan  bukannya  peran
           Parpol.  Padahal,  regulasi  mengatur  bahwa  peserta  pemilu  adalah  Parpol
           dan bukan calon.


           Selain  itu,  beberapa  kajian  juga  sampai  pada  kesimpulan  bahwa  sistem
           pemilu    proporsional    lebih   menjamin    keterwakilan    perempuan
           dibandingkan dengan sistem pemilu mayoritas/pluralitas. Namun demikian,
           kesimpulan seperti ini telah mendapat kritikan. Salah satunya adalah studi
           yang dilakukan oleh Roberts, Seawright, dan Cyr (2012) yang menjelaskan
           bahwa  pengaruh  sistem  pemilu  sebenarnya  tidak  besar  terhadap
           keterwakilan  perempuan.  Perubahan  sistem  pemilu  pada  akhirnya  tidak
           akan menjamin meningkatnya keterwakilan perempuan dalam parlemen.
           Teori  ini  juga  sepertinya  dapat  menjelaskan  kondisi  keterwakilan
           perempuan di Indonesia saat ini, dimana jumlah calon perempuan terpilih



    104     BAB 3 – SISTEM PEMILU
   115   116   117   118   119   120   121   122   123   124   125