Page 264 - Tata Kelola Pemilu di Indonesia
P. 264
KPU juga bisa memangkas biaya pemutakhiran data pemilih karena hanya
perlu dilakukan sebanyak satu kali pada awal persiapan pemilu. Upaya
mengefisiensikan anggaran oleh KPU juga dilakukan dalam beberapa aspek.
Dalam hal pengadaan logistik, misalnya KPU telah melaksanakannya secara
elektronik melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) yang
menfasilitasi pelaksanaan pengadaan barang/jasa secara elektronik. Selain itu,
lembaga kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah (LKPP) meneyediakan
fasilitas Katalog Elektronik (e-catalogue) Nasional. Upaya ini mampu
menghemat anggaran yang cukup besar dari pagu yang tersedia. Tahun
Anggaran 2018, pengadaan logistik dapat menghemat 50,57 persen atau
setara dengan Rp. 483 miliar. Sedangkan Tahun Anggaran 2019, efisiensi
mencapai 31,4 persen atau setara dengan Rp. 355 miliar. Tidak sampai di situ,
KPU juga mengupayakan terobosan baru berupa penggunaan kotak suara dari
bahan karton yang kedap air sebagai implementasi dari amanat UU Pemilu
untuk menggunakan kotak suara transparan. Dari upaya tersebut, biaya
pengadaan kotak suara diketahui bisa dipangkas hingga 70 persen. Upaya lain
KPU dalam mewujudkan efisensi anggaran adalah dari sisi fasilitasi kampanye
bagi para calon anggota parlemen. Dari sepuluh kali fasilitasi kampanye yang
diperbolehkan UU Pemilu, KPU membatasi pemberian fasilitasi sebanyak tiga
10
kali saja.
Walau penganggaran/pembiayaan pemilu relatif terpenuhi dan dilaksanakan
secara efisien, bukan berarti pembiayaan pemilu tidak bermasalah. Salah satu
persoalan yang sering mengemuka dari daerah adalah bahwa besaran
pembiayaan pemilu, khususnya anggaran distribusi logistik dan anggaran
monitoring dan evaluasi, belum sepenuhnya mangakomodasi kondisi daerah-
daerah terluar dan sulit terjangkau. Anggaran pemilu lazimnya berpedoman
pada standar biaya masukan (SBM) yang ditetapkan Kementerian Keuangan
dan berlaku nasional serta dalam kondisi normal. Faktanya ada banyak KPU di
daerah, yang kondisi geografis daerahnya masih terpencil, buruk dan rawan
bencana, yang membutuhkan biaya lebih besar untuk mendisitribusikan
logistik ke wilayah-wilayah terpencil dan sulit dijangkau tersebut. Besaran biaya
tersebut bahkan sering melebihi SBM yang ada. Ke depan, kondisi ini tentu
patut menjadi pertimbangan dalam perencanaan anggaran pemilu sehingga
pembiayaan pemilu benar-benar realistis, mencukupi kebutuhan operasional
di lapangan, dan dapat dipertanggungjawabkan dengan baik.
10 https://kemenkeu.go.id/media/12157/media-keuangan-april.pdf (diakses pada tanggal 23 Agustus
2019).
248 BAB 6 – MANAJEMEN PENYELENGGARA PEMILU

