Page 62 - Tata Kelola Pemilu di Indonesia
P. 62
partisipatif ini sangat dipengaruhi oleh ketidakpercayaan terhadap
penyelenggara karena dinilainya tidak mampu mewujudkan penanganan
pelanggaran Pemilu secara terbuka dan adil.
Sikap ketidakpercayaan ini juga menjadi salah satu pemicu keengganan
masyarakat datang ke TPS untuk memilih. Ketidakpercayaan terhadap
penyelenggara dan peserta Pemilu sebagai salah satu pemicu partisipasi
masyarakat menjadi tidak optimal dan akhirnya berdampak pada legitimasi
Pemilu itu sendiri. Di beberapa negara, Pemilu yang tidak mendapat
legitimasi oleh sebagian besar rakyatnya menjadi pemicu demontrasi dan
kerusuhan masa. Kepemimpin pemerintahan selalu terganggu akibat
stabilitas negara yang tidak terkendali. Pengalaman yang sama juga terjadi
di sejumlah daerah pasca pilkada. Hasil pilkada sering melahirkan
instabilitas di masyarakat.
Kedua, asas Pemilu luber dan jurdil sebagai upaya untuk mencegah
terjadinya konflik Pemilu. Konflik yang terjadi di sejumlah negara
sebagaimana diuraikan pada bagian terdahulu diakibatkan oleh
pelaksanana Pemilu yang dinilai tidak jujur dan adil. Akan halnya dengan
Pemilu dan pilkada di sejumlah daerah juga mengalami hal yang sama. Pihak
penyelenggara yang terbukti bekerja tidak profesional sehingga
menguntungkan pihak lain menjadi pemicu terjadinya konflik. Pihak yang
merasa dirugikan berekasi dengan cara memobilisasi massa pendukungnya
melakukan perlawanan. Suasana yang tak terkendali menyebabkan
keonaran dan kerusuhan massa berkepanjangan.
Ketiga, asas Pemilu luber dan jurdil dimaksudkan agar hasil dari proses
Pemilu melahirkan pemimpin atau politisi yang berkualitas. Pembiayaan
Pemilu yang sangat besar dan kompetisinya menguras banyak energi
diharapkan akan berdampak pada kepentingan masyarakatnya. Selama ini
hasil Pemilu dianggap belum memberikan kontribusi bagi pembangunan
dan kesejahteraan masyarakat secara signifikan. Sebagian besar yang
terpilih dianggap tidak cakap dan tidak memiliki kemampuan melaksanakan
tugas yang diembankan baik dalam jabatan eksekutif ataupun legislatif.
Minimnya pengalaman organisasi dan kepemimpinan sebelum terpilih
menyebabkan yang bersangkutan tidak memiliki modal ketika menjabat.
Telah menjabat lima atau sepuluh tahun, tapi daerah yang dipimpinnya
tidak memiliki kemajuan apa-apa. Sebagian harus berurusan dengan KPK
46 BAB 2 – NILAI DAN ASAS PEMILU

