Page 32 - Buku Saku Pendidikan Kewarganegaraan - Adel Amelia
P. 32
menekankan prinsip “pemimpin besar revolusi” yang dipersonifikasikan dalam diri Soekarno,
dan mengutamakan prinsip musyawarah mufakat yang dikendalikan oleh Presiden. Demokrasi
dalam masa ini mengalami penyimpangan karena kedaulatan rakyat dikesampingkan,
digantikan oleh konsolidasi kekuasaan di tangan eksekutif. Kebebasan pers dibatasi, lawan-
lawan politik dibungkam, dan ideologi nasional digeser menjadi Nasakom (Nasionalisme,
Agama, Komunisme). Demokrasi Terpimpin berakhir dengan jatuhnya Presiden Soekarno
setelah peristiwa G30S/PKI dan lahirnya Orde Baru di bawah Soeharto.
3. Masa Demokrasi Pancasila (1966–1998)
Setelah jatuhnya Soekarno, Orde Baru di bawah pimpinan Presiden Soeharto memperkenalkan
konsep Demokrasi Pancasila. Demokrasi Pancasila secara teoritis bertujuan menempatkan
Pancasila sebagai asas tunggal dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dengan prinsip
musyawarah mufakat sebagai mekanisme pengambilan keputusan politik. Namun dalam
praktiknya, Demokrasi Pancasila pada masa Orde Baru sangat jauh dari prinsip-prinsip
demokrasi yang sesungguhnya. Pemilu diselenggarakan secara periodik, tetapi penuh dengan
rekayasa dan manipulasi untuk memastikan dominasi Golongan Karya (Golkar) sebagai partai
pendukung pemerintah. Kebebasan pers ditekan, kebebasan berpendapat dibatasi, dan hak-hak
politik rakyat dikontrol ketat melalui berbagai perangkat hukum dan keamanan. Demokrasi
pada masa ini lebih menekankan stabilitas politik dan pembangunan ekonomi dengan
mengorbankan hak-hak politik dan kebebasan sipil.
4. Masa Reformasi dan Demokrasi Kontemporer (1998–sekarang)
Krisis multidimensi yang melanda Indonesia pada akhir 1990-an, termasuk krisis ekonomi,
korupsi yang meluas, dan ketidakpuasan terhadap rezim Orde Baru, memicu gerakan
Reformasi yang berujung pada lengsernya Soeharto pada Mei 1998. Masa Reformasi menandai
babak baru dalam perkembangan demokrasi Indonesia. Reformasi membawa perubahan besar,
termasuk amandemen UUD 1945, pembentukan lembaga-lembaga baru seperti Mahkamah
Konstitusi dan Komisi Yudisial, serta desentralisasi pemerintahan ke daerah-daerah.
Dalam era demokrasi kontemporer, pemilu diselenggarakan secara langsung, bebas, dan adil.
Rakyat secara langsung memilih Presiden, anggota legislatif, dan kepala daerah. Kebebasan
pers kembali dijamin, kebebasan berserikat dan berpendapat dihormati, serta partisipasi
masyarakat dalam proses politik semakin meningkat. Namun, tantangan baru muncul, seperti
politik uang, polarisasi politik, populisme, serta maraknya penyebaran hoaks di media sosial.
Demokrasi Indonesia saat ini masih dalam tahap konsolidasi, dan keberlanjutannya sangat
bergantung pada kesadaran politik masyarakat, kualitas lembaga demokrasi, serta komitmen
elite politik terhadap nilai-nilai demokrasi.
Menurut Larry Diamond, demokrasi yang sehat tidak hanya diukur dari prosedur elektoral,
tetapi juga dari penghormatan terhadap hak asasi manusia, supremasi hukum, dan adanya
budaya politik yang demokratis. Dalam konteks Indonesia, meskipun banyak kemajuan telah
dicapai, perjuangan untuk memperkuat demokrasi masih memerlukan upaya keras dari semua
pihak, termasuk pendidikan politik yang berkelanjutan, penguatan masyarakat sipil, serta
reformasi hukum untuk memperkuat perlindungan terhadap hak-hak dasar rakyat.
28

