Page 37 - Buku Saku Pendidikan Kewarganegaraan - Adel Amelia
P. 37

membutuhkan keterbukaan, empati, dan ruang dialog yang inklusif, bukan hanya pertarungan
               antar kubu yang saling meniadakan.

               3.  Tantangan Terhadap Kebebasan Ekspresi

               Di satu sisi, era digital memberikan kebebasan berekspresi yang lebih luas; namun di sisi lain,
               muncul  berbagai  regulasi  yang  dapat  berpotensi  membatasi  kebebasan  tersebut.  Undang-
               Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) di Indonesia, misalnya, sering dikritik
               karena pasal-pasal karet yang dapat digunakan untuk membungkam kritik terhadap pemerintah
               atau  pejabat  publik.  Menurut  laporan  SAFEnet  (Southeast  Asia  Freedom  of  Expression
               Network), banyak kasus kriminalisasi warga sipil, aktivis, dan jurnalis yang mengungkapkan
               pendapatnya melalui media sosial. Kebebasan berekspresi adalah elemen inti dari demokrasi,
               dan penggunaannya harus dilindungi, meskipun tetap dalam kerangka hukum yang bertujuan
               menjaga ketertiban umum tanpa mengekang hak-hak sipil secara berlebihan. Oleh karena itu,
               reformasi  hukum  terkait  kebebasan  digital  sangat  diperlukan  untuk  menyeimbangkan
               perlindungan terhadap hak berpendapat dan mencegah penyalahgunaan ruang digital.

               4.  Serangan Siber terhadap Infrastruktur Demokrasi

               Demokrasi juga menghadapi ancaman teknis berupa serangan siber terhadap institusi politik,
               data pemilu, dan platform komunikasi publik. Serangan ini bisa berupa peretasan data pemilih,
               penyebaran malware untuk mengganggu penyelenggaraan pemilu, hingga manipulasi sistem
               elektronik untuk keuntungan politik tertentu. Serangan siber dapat menggoyahkan kepercayaan
               rakyat terhadap proses demokrasi, menimbulkan ketidakpastian, dan bahkan delegitimasi hasil
               pemilu.  Contoh  insiden  serangan  siber  terhadap  sistem  Komisi  Pemilihan  Umum  (KPU)
               Indonesia pernah mencuat menjelang pemilu 2019, meskipun akhirnya berhasil diatasi. Untuk
               menghadapi tantangan ini, diperlukan penguatan sistem keamanan siber nasional, transparansi
               dalam penyelenggaraan pemilu, serta pendidikan masyarakat tentang pentingnya keamanan
               digital.

               5.  Dominasi Platform Teknologi Besar (Big Tech)

               Platform  teknologi  besar  seperti  Facebook,  Twitter,  Google,  dan  YouTube  kini  memiliki
               kekuasaan yang luar biasa besar dalam membentuk arus informasi publik. Mereka menjadi
               aktor politik baru yang mengendalikan bagaimana informasi disebarkan, apa yang muncul di
               ruang publik, dan apa yang disensor. Menurut Shoshana Zuboff dalam The Age of Surveillance
               Capitalism,  perusahaan-perusahaan  teknologi  ini  mengumpulkan  data  personal  pengguna
               dalam skala besar dan menggunakannya untuk mempengaruhi perilaku politik melalui iklan
               bertarget.  Ini  menciptakan  ketimpangan  kekuasaan  baru  di  mana  pengambilan  keputusan
               politik bisa dipengaruhi oleh aktor-aktor korporasi global yang tidak memiliki akuntabilitas
               demokratis. Untuk menjaga demokrasi, regulasi yang tegas terhadap transparansi algoritma,
               perlindungan data pribadi, dan pengawasan terhadap platform teknologi besar menjadi agenda
               yang semakin mendesak.








                                                           33
   32   33   34   35   36   37   38   39   40   41   42