Page 36 - Buku Saku Pendidikan Kewarganegaraan - Adel Amelia
P. 36
perencanaan pembangunan daerah, penyusunan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah), atau pembuatan peraturan daerah (Perda) adalah bentuk nyata dari demokrasi
partisipatif. Menurut teori demokrasi deliberatif dari Jurgen Habermas, partisipasi dalam
diskusi publik memperkaya kualitas demokrasi karena keputusan diambil melalui proses
pertimbangan rasional bersama, bukan hanya melalui voting mayoritas.
4.5 Tantangan Demokrasi di Era Digital
Era digital membawa perubahan besar dalam kehidupan politik, sosial, dan budaya, termasuk
dalam praktik demokrasi. Teknologi informasi, terutama internet dan media sosial, membuka
ruang baru bagi partisipasi politik yang lebih luas dan cepat. Namun, perkembangan ini tidak
selalu membawa dampak positif. Demokrasi kini menghadapi tantangan baru yang kompleks
di era digital. Menurut Manuel Castells dalam bukunya The Rise of the Network Society, era
jaringan global mengubah dinamika kekuasaan dan menggeser arena politik dari ruang fisik ke
ruang virtual. Oleh karena itu, memahami tantangan demokrasi di era digital menjadi penting
agar demokrasi tetap dapat dijalankan secara sehat dan bertanggung jawab.
Berikut adalah beberapa tantangan utama demokrasi di era digital:
1. Penyebaran Disinformasi dan Hoaks
Salah satu tantangan terbesar adalah maraknya penyebaran informasi palsu atau hoaks yang
dapat memanipulasi opini publik. Disinformasi sering digunakan untuk membentuk persepsi
politik tertentu, menyerang lawan politik, atau menciptakan ketakutan di tengah masyarakat.
Menurut laporan dari Freedom House (2020), manipulasi informasi di dunia maya telah
menjadi alat baru untuk melemahkan proses demokrasi di banyak negara, termasuk Indonesia.
Contoh nyata adalah penyebaran hoaks pada masa pemilu, yang mengarahkan pilihan rakyat
berdasarkan informasi yang salah. Hoaks ini seringkali tersebar lebih cepat daripada klarifikasi
resmi, karena algoritma media sosial cenderung memperkuat konten sensasional. Untuk
mengatasi tantangan ini, literasi digital di kalangan masyarakat perlu terus ditingkatkan agar
warga negara mampu memilah informasi yang benar dan bersikap kritis terhadap setiap berita
yang diterima.
2. Polarisasi Politik
Era digital mempercepat terjadinya polarisasi politik, yaitu pembelahan masyarakat ke dalam
kelompok-kelompok ekstrem yang saling berlawanan dan sulit berdialog satu sama lain. Media
sosial, dengan algoritmanya yang mengutamakan personalisasi konten, cenderung
menciptakan echo chambers ruang di mana seseorang hanya terekspos pada pandangan yang
sama dengan pandangannya sendiri. Hal ini memperkuat bias konfirmasi dan mempersempit
ruang dialog antar kelompok. Polarisasi ekstrem dapat merusak tatanan demokrasi karena
mengurangi toleransi, memperbesar konflik sosial, dan melemahkan rasa kebangsaan. Di
Indonesia, polarisasi politik terlihat jelas dalam beberapa momentum politik nasional, seperti
Pemilu 2014 dan 2019, di mana sentimen politik sering kali lebih mengedepankan identitas
agama atau suku dibandingkan program dan kebijakan rasional. Demokrasi yang sehat
32

