Page 74 - buku 1 kak emma_merged (1)_Neat
P. 74
Prof. Dr. Achmad Mochtar: Ilmuwan Kelas Dunia Korban Kejahatan Perang Jepang
Dari bacaan di perpustakaan ayahnya, ia tahu satu-
satunya sekolah dokter hanya ada di Jawa yang oleh awam
masih disebut “Sekolah Dokter Jawa” walaupun waktu itu
sebenarnya sudah menggunakan nama STOVIA (School tot
Opleiding van Inlandsche Artsen –Sekolah Kedokteran untuk
pribumi). Ayahnya yang seorang guru kepala juga mengetahui,
bahwa untuk masuk STOVIA bukan perkara mudah. Ia
memiliki informasi bahwa sejak tahun 1891 yang diterima di
STOVIA hanya anak-anak tamatan ELS (sekolah dasar untuk
anak-anak Eropa). Waktu itu, ELS hanya ada di Fort de Kock
(Bukittinggi), Padang, dan Padang Panjang. Yang terdekat dari
Bonjol, kampungnya, adalah ELS Bukittinggi.
Tapi untuk masuk ELS juga tidak mudah. Murid yang
diterima bersekolah di sana terutama adalah anak-anak pejabat
Belanda atau anak-anak bangsa Eropa lainnya, dan bahasa
pengantar adalah bahasa Belanda. Anak-anak pribumi yang
bisa masuk ke sekolah tersebut hanya dari kalangan tertentu
saja, seperti anak atau kemenakan Tuanku Laras, kepala nagari
terkemuka, atau anak guru kepala yang sudah disetarakan
dengan guru Belanda. Beruntung Mochtar miliki keduanya.
Ia adalah kemenakan dari Tuanku Laras Bonjol, A. Hamid
Bandaro Sati. Dan ayahnya juga kepala sekolah pemerintah.
Tetapi bagaimana dengan bahasa Belanda? Karena cita-cita
Mochtar memang ingin melanjutkan ke STOVIA dan harus
melalui ELS, maka sejak kanak-kanak ia sudah dididik sendiri
oleh ayahnya belajar bahasa Belanda. Makanya, setelah ia
selesai kelas II Sekolah Standasrd di kampungnya, oleh ayahnya
45